Selasa, 18 Juli 2017

Tas pakai ulang asli dari Indonesia

Kampanye untuk menggunakan tas pakai ulang (reusable bag) sebagai pengganti kantung plastik | tas spunbond jakarta

tas spunbond jakarta


Tas khas Toraja, Sulawesi Selatan, ini biasanya digunakan perempuan Toraja untuk mengikuti pesta adat Rambu Tuka' (perkawinan), Rambu Solo' (kematian), dan Ma'rara Banua (syukuran rumah).

Biasanya tas berbahan kain tenun ini digunakan berpasangan dengan baju adat Toraja. Kini, tas sepu menjadi salah satu suvenir khas Toraja dan Anda bisa mendapatkannya seharga Rp400 ribu.

Bagi kaum laki-laki, Anjat digunakan sebagai wadah untuk perbekalan saat berburu ke hutan. Sedangkan kaum perempuan menggunakan Anjat untuk menyimpan baju atau makanan saat pergi berkebun.

Proses pembuatan Anjat cukup rumit, rotan harus dibelah dan dihaluskan kemudian dirangkai membentuk Anjat. Proses pengayaman Anjat dilakukan dengan berputar dari kiri ke kanan. Selanjutnya, diberi lapisan penutup dari kain dan diberi hiasan manik-manik yang dirangkai menjadi berbagai motif.

Tas anyaman dari rotan ini berbentuk bundar seperti tabung dan merupakan hasil kerajinan anyam suku dayak Kenyah Bakung di Kalimantan Timur. Tas Anjat dijual mulai dari Rp130 ribu hingga Rp400 ribu.


Sama seperti tas koja, tas kepek juga digunakan masyarakat Baduy untuk menyimpan perbekalan dan pakaian selama bepergian. Selain itu, tas ini juga digunakan untuk menyerahkan mas kawin saat pernikahan anggota suku Baduy.

Tas ini terbuat dari daun Sarai (sejenis aren), rotan, kulit pohon Teureup, kulit pohon Handam, serta anyaman bambu di bagian dalam tasnya. Tas Kepek biasanya dijual mulai harga Rp200 ribu hingga Rp250 ribu.

Tas koja terbuat dari kulit pohon Teureup. Kulit pohon dijemur hingga kering, kemudian dibelah kecil-kecil dan dianyam menjadi benang. Selanjutnya benang-benang itu dirajut menjadi tas koja.

Masyarakat Baduy menggunakan tas ini untuk mengangkut alat-alat pertanian atau membawa barang-barang saat bepergian. Harga tas ini bervariasi tergantung dari ukurannya, yakni Rp45 ribu sampai Rp100 ribu.

Bahan baku yang digunakan adalah kayu pohon Manduam dan pohon Nawa (Anggrek hutan) yang diolah dan dikeringkan. Kayu ini kemudian dipintal menjadi benang dan diwarnai dengan pewarna alami, selanjutnya benang kayu dirajut menjadi noken.

Tak heran jika harganya bervariasi mulai dari Rp100 ribu hingga Rp500 ribu. Sejak 2012, noken resmi masuk dalam daftar UNESCO Warisan Budaya Tak Benda.

Masyarakat Papua selalu menggunakan noken sebagai wadah untuk membawa barang bawaan saat bepergian dan dipakai untuk membawa anaknya.

Noken memiliki filosofi sebagai simbol kehidupan yang baik, perdamaian, serta kesuburan bagi masyarakat Papua. Noken juga menjadi simbol kedewasaan seorang wanita. Dulu, salah satu syarat bagi perempuan Papua agar bisa menikah adalah harus bisa membuat Noken.

Perlu waktu yang cukup lama untuk membuat sebuah noken karena agak rumit dan tidak menggunakan mesin. Noken berukuran sedang butuh waktu satu sampai dua minggu, sedangkan ukuran besar bisa mencapai 3 minggu.

Tas ini terbuat dari serat kulit kayu. Uniknya, tidak seperti tas biasa yang disangkutkan ke bahu, tas ini dipakai dengan cara disangkutkan di kepala sementara bagian kantungnya menjuntai ke punggung.

Beberapa suku di tanah air bahkan masih memelihara budaya membuat tas tradisional dengan berbagai teknik. Ada yang berupa rajutan, anyaman, serta tenunan.

Tas tradisional ini awet dan sangat kuat untuk membawa barang yang berat, bahkan di beberapa daerah digunakan untuk menggendong anaknya.


Cocok untuk Sehari-hari, Tas Lipat Praktis dan Ramah Lingkungan | tas spunbond jakarta


Bagoes Bag memiliki koleksi tas yang bisa dikunjungi di Jalan Tikukur No 6, Bandung.

Tas dibanderol Rp 30 ribu hingga Rp 185 ribu. Tas termahal adalah backpack yang merupakan model terbaru Bagoes Bag. "Kami juga membuat tas dengan model menarik untuk anak muda hipster. Pada tas ini kami menyelipkan isu diet plastik pada fashion," ucapnya.

Selain memproduksi tas dengan model sendiri, Bagoes Bag juga menerima pesanan dengan model pesanan konsumen (custom). Bagoes Bag mampu menjual 200 tas dalam sebulan untuk pembeli satuan. Untuk pemesan custom jumlah besar, Bagoes Bag mampu menjual hingga 3.000 tas per bulan. Berdiri sejak 2008, Bagoes Bag telah menjual sekitar 650 ribu tas lipat.

"Berdasarkan riset kami baik online maupun offline, masyarakat tahu kantong plastik itu bahaya. Tapi tidak semua setuju untuk membeli tas yang bisa dipakai berkali-kali sebagai pengganti plastik. Hanya 9,5 persen yang bersedia membeli. Tapi sebagian dari mereka pun punya cara sendiri mengganti kantong plastik," kata Ahmad.

Bagoes Bag pernah melakukan riset tentang penggunaan kantong plastik. Sebagian besar anak muda memakai plastik hanya satu kali pakai lalu dibuang. Namun banyak anak muda sadar akan bahaya sampah plastik dan setuju memakai tas yang bisa dipakai ulang.

Ukuran tas terkecil mampu menampung beban maksimal 3-5 kilogram (kg). Ukuran sedang berkapasitas sekitar 5 kg ke atas dan ukuran besar bisa diisi dengan beban 7 kg.

Tas tersebut dibuat dari berbagai bahan seperti polyester dan kanvas.  "Para pencetus Bagoes Bag ini melihat Indonesia sebagai negara penyumbang sampah plastik ke laut terbesar kedua di dunia setelah Cina.

Dari situ, kami berpikir bagaimana supaya bisa diet kantong plastik. Akhirnya muncullah tas lipat Bagoes Bag," ujar Marketing Manager Bagoes Bag, Nur Ahmad Hidayat di Grha Manggala Siliwangi Jalan Aceh, Bandung, pekan lalu.

Tak hanya konsepnya yang unik, Bagoes Bag pun menyimpan misi lingkungan, yakni mengurangi penggunaan kantong plastik. Setiap tas produksi Bagoes Bag bisa dipakai ulang hingga 1.000 kali. Jadi, jika tas terus dipakai sebagai pengganti kantong plastik, penggunanya dapat mengurangi sampah kantong plastik dan berkontribusi besar terhadap lingkungan.

Tas ukuran kecil yang disebut klasik mini, cocok digunakan sebagai pengganti kantong plastik saat berbelanja di swalayan. Tas sedang atau reguler bisa dipakai untuk membawa berbagai benda kecil hingga sedang. Sedangkan tas besar alias jumbo bisa diandalkan untuk membawa barang belanjaan berjumlah besar.

SEKILAS, bentuk tas produksi Bagoes Bag seperti dompet mini. Ketika resletingnya dibuka, lipatan-lipatan berbahan polyester terurai dan membentuk sebuah tas. Desain tas pada dasarnya menyerupai kantong plastik. Kini, banyak model tas diproduksi seperti tote bag messager (tas sehari-hari) dan tas backpack. Dengan konsep unik tas lipat, Bagoes Bag bisa digunakan untuk banyak hal.


Peneliti Indonesia Punya Solusi Pengganti Polimer Sintetik | tas spunbond jakarta



"Untuk mengantisipasi masalah yang rentan terjadi pada selulosa dan lignin, maka kata Myrtha, diperlukan pelakukan cold-plasma dan penggunaan pengawet yang ramah lingkungan.

Myrtha berharap, penelitiannya terkait pengembangan lignoselulosa untuk material ramah lingkungan akan sesuai dengan program pemerintah tentang produk ramah lingkungan dan industri yang berdaya saing. 

Sementara sumber lignin, dari bioetanol sebesar 34 juta ton yang dihasilkan dari kelapa sawit menghasilkan lignin 10 juta ton. Kemudian, bioetanol sebesar 6,3 juta ton dari kayu menghasilkan lignin 3 juta ton. 

Myrtha menuturkan, meskipun lignoselulosa mudah diperoleh, namun selulosa dan lignin sangat rentan pembusukan, degradasi oleh sinar ultraviolet (UV) dan perubahan dimensi. Hal ini karena selulosa dan lignin sangat mudah menyerap air.

Selain itu, potensi selulosa dari budidaya padi. Potensinya bisa dilihat dari produksi 71 juta ton, jerami yang dihasilkan 13 juta ton per tahun, dan selulosanya bisa 3,5 juta ton per tahun. Dari produksi gula, potensi selulosa bisa didapatkan dari produksi tebu 29 juta ton per tahun, menghasilkan bagas 4,5 juta ton per tahun, dan selulosanya 1,8 juta ton per tahun. 

Dia merinci sumber potensi selulosa cukup banyak. Misalnya dari produksi minyak sawit dengan perkebunan sawit seluas 11 juta hektar, minyak sawit yang dihasilkan 6 juta ton per tahun, limbah sawit 6,6 juta ton per tahun dan selulosa yang didapat mencapai 1,8 juta ton per tahun.

Sementara lignin, dapat dimanfaatkan sebagai perekat kayu dengan emisi formaldehida yang rendah. Lalu bisa digunakan sebagai prekursor serat karbon untuk komposit kampas rem yang selama ini masih menggunakan asbes. 

"Teknologi pemisahan selulosa dan lignin dengan cara eksplosi adalah metode baru yang ramah lingkungan karena menggunakan sangat sedikit bahan kimia," jelas Myrtha.

Peneliti LIPI itu menjelaskan, lignoselulosa terdiri dari selulosa dan lignin. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, selulosa dapat dijadikan bahan alternatif untuk bahan bangunan, komponen otomotif, bioplastik untuk pengemas dan komponen elektronik. 

Maka dari itu, Myrtha menyimpulkan material sintetik alam lignoselulosa bisa jadi solusi pengganti material polimer sintetik. Selain ramah lingkungan tanpa polusi dan mudah didegradasi, sumber lignoselulosa pun mudah didapatkan. 

"Selain itu, (polimer sintetik) berasal dari minyak bumi. Minyak bumi pun semakin langka, cadangan minyak bumi kini 885 juta meter kubik. 10 tahun ke depan akan habis," ujar Myrtha saat presentasi di Gedung LIPI, Jakarta,  Kamis 15 Desember 2016.

Myrtha menjelaskan, plastik bisa terdegradasi secara alami dalam kurun waktu 500 sampai seribu tahun mendatang. Namun, jika dimusnahkan dengan cara dibakar akan menimbulkan emisi. 

Myrtha menemukan lignoselulosa dapat dijadikan solusi pengganti material polimer sintetik yang sulit didegradasi secara alami. Lignoselulosa adalah komponen struktur yang banyak ditemukan pada tanaman berkayu maupun tanaman lain, dan mudah didegradasi. Contoh terapan material berbahan polimer sintetik seperti plastik, pipa, mainan anak-anak dan lainnya. 

Peneliti Loka Penelitian Teknologi Bersih, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia  Myrtha Karina Sancoyorini hari ini dikukuhkan sebagai profesor riset baru di bidang lignoselulosa. 













Tidak ada komentar:

Posting Komentar