Minggu, 17 Desember 2017

Wagub Djarot Usul Pabrik Kantong Plastik Ditutup

Penutupan pabrik yang memproduksi kantong plastik berbahan kimia tinggi | tas spunbond

tas spunbond



"Kalau cuma Rp200 di Jakarta itu terlalu murah. Idealnya Jakarta Rp5.000. Kalau tidak mau bayar kantong plastik, bawa sendiri tas belanja," kata dia.

Uji coba kantong plastik di Jakarta telah dilakukan sejak sebulan lalu dan akan dievaluasi sebagai tindak lanjut untuk membuat regulasi ke dalam peraturan gubernur (Pergub) atau peraturan daerah (Perda). 

"Ditargetkan 2016 sudah harus terjadi, tapi dengan catatan pabriknya tidak memproduksi lagi. Selama dia tidak berproduksi lagi dia tidak mau rugi dong, pasti dia akan paksa betul. Ini yang mau kami kurangi," ujar Djarot.

Ia juga mengimbau masyarakat untuk tidak lagi menggunakan kantong plastik berbahan kimia dan beralih menggunakan kantong plastik berbahan ramah lingkungan. Setiap transaksi perdagangan yang menggunakan kantong plastik dikenakan biaya tambahan Rp5.000 per kantong.

Sebagai langkah awal, menurutnya pemerintah akan menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar di pasar ritel modern maupun tradisional di Jakarta.

Kebijakan tersebut merupakan tindak lanjut dari Surat Edaran Kementrian Lingkungan Hidup nomor: SE-06/PSLB3-PS/2015 tentang Antisipasi Penerapan Kebijakan Kantong Plastik Berbayar Pada Usaha Retail Modern mulai 21 Februari hingga 5 Juni 2016.

Djarot beralasan, saat ini Jakarta sudah dalam kondisi darurat menghadapi penumpukan sampah berbahan plastik. Dari 7.000 ton sampah yang ada di Jakarta, 11 persen atau 700 ton di antaranya berasal dari sampah plastik.'

"Saya bilang, kami Pemprov DKI tidak bisa bekerja sendiri. Pemerintah pusat harus turun tangan mengumpulkan pabrik-pabrik plastik dan diberi tahu untuk tidak memproduksi lagi tas plastik berbahan berbahaya. Kita harus beralih memproduksi tas yang ramah lingkungan," ujar Djarot ditemui usai menghadiri Deklarasi Indonesia Bebas Sampah 2020 di area Car Free Day, Bundaran HI, Minggu (21/2).

Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengusulkan dilakukan penutupan pabrik yang memproduksi kantong plastik berbahan kimia tinggi. Usul ini disampaikan menyusul kesulitan yang dialami pihak pengelola sampah untuk mengurai kantong plastik tersebut. 

YLKI Nilai Kebijakan Plastik Berbayar Rasional | tas spunbond



Produsen harus diwajibkan menarik dan mengumpulkan bekas kemasan plastik di pasaran yang jelas-jelas merusak lingkungan. Produsen juga wajib membuat kemasan dan bungkus plastik yang mudah diurai oleh lingkungan dan bisa digunakan ulang," katanya.

Dana dari kantong plastik itu, menurutnya, harus dikelola secara independen atau melalui badan khusus yang dipakai untuk kegiatan pengendalian pencemaran lingkungan.

"Badan khusus ini bisa terdiri dari unsur pemeritah dan masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat. Setiap tahun harus diaudit. Jadi dana tersebut tidak boleh dikelola oleh ritel. Mereka hanya bertugas pengumpul saja," ujarnya. 

"Dengan demikian, penerapan plastik berbayar benar-benar bisa menjadi disinsentif bagi konsumen. Tetapi dengan tetap memperhatikan aspek daya beli konsumen," ujarnya.

Selain itu, dia juga menekankan pemerintah agar bersikap adil dan seimbang dengan memberikan disinsentif pada produsen dengan tujuan tidak berlebihan dalam mengkonsumsi plastik saat melakukan produksi.

"Sehingga konsumsi bungkus plastik bisa berkurang. Di negara-negara Eropa hal semacam ini hal yang biasa dan bisa menekan konsumsi plastik hingga 70 persen," tuturnya.

Kendati demikian, Tulus menilai dengan nominal Rp200 per pemakaian satu bungkus plastik belum akan memberikan efek jera bagi konsumen untuk tidak mennggunakan bungkus plastik. Karenanya dia mengharapkan kebijakan ini dievaluasi secara rutin per tiga bulan.

Dengan adanya kebijakan plastik berbayar, Tulus berharap ada perubahan perilaku konsumen saat berbelanja di ritel modern, misalnya dengan membawa wadah atau tas sendiri saat berbelanja serta tidak meminta bungkus plastik secara berlebihan.

Hal tersebut menjadi rasional, kata Tulus, demi menjaga dan mengurangi tingkat kerusakan lingkungan yang lebih parah. Pasalnya, konsumsi bungkus plastik di Indonesia tergolong tinggi, yaitu 9,8 miliar bungkus plastik per tahun atau nomor dua terbesar di dunia setelah China.

"Kebijakan itu mengamanatkan konsumen saat berbelanja di retailer modern akan dikenakan minimal Rp200 per bungkus plastik, hal itu bisa dipahami dan merupakan hal yang rasional," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam keterangan tertulisnya, Minggu (21/2).

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan kebijakan plastik berbayar pada sektor ritel modern per 21 Februari 2016 merupakan hal yang rasional.

Kebijakan Plastik Berbayar Resmi Diterapkan di Ritel Modern | tas spunbond



"Kantong plastik yang boleh digunakan hanya yang ramah lingkungan, yakni menimbulkan dampak lingkungan paling minimal serta memenuhi standar nasional yang ditetapkan pemerintah," katanya.

Ditegaskannya juga, ternyata hal itu tak jadi soal karena beberapa anggota Aprindo memang sudah menggunakan plastik jenis "oxo biodegradable" yang lebih mudah terurai.

Jika kebijakan ini berhasil diterapkan, peritel modern siap mengalokasikan dana yang diperoleh untuk tanggung jawab sosial perusahaan di bidang perbaikan dan pengelolaan lingkungan. 

Selama masa uji coba, Pemerintah, BPKN, YLKI, dan Aprindo sepakat bahwa pengusaha ritel modern tidak lagi menyediakan kantong plastik secara cuma-cuma untuk konsumen.

"Kami terus mengimbau konsumen untuk membawa tas belanja sendiri. Namun, bila konsumen masih tetap membutuhkan kantong plastik maka akan diminta membayar di kasir. Mekanismenya sama seperti membeli produk lainnya, kasir akan scan barcode kantong plastik dan bukti pembayarannya akan tertera pada struk belanja," tambahnya.

Ramah lingkungan Roy juga menyebut, selain nominalnya, spesifikasi kantong plastik yang digunakan ritel modern juga telah ditentukan.

Menurut Roy, dalam surat tersebut telah dijelaskan bahwa baik BPKN, YLKI, maupun Aprindo mendukung kebijakan kantong plastik berbayar yang dicanangkan pemerintah.

"Kami siap menyukseskan sosialisasi dan uji coba penerapan kantong plastik berbayar di seluruh Indonesia secara bertahap. Beberapa kota telah melakukan seremonial pencanangan kantong plastik berbayar bersama Aprindo, kami akan tetap laksanakan sesuai kesepakatan dengan pemerintah pusat," ujarnya.

Roy menjelaskan, kesepakatan tersebut diperoleh usai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggelar pertemuan dengan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan Asosisasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Selasa (16/2).

"Hasilnya telah disosialisasikan melalui surat edaran KLHK kepada Kepala Daerah melalui surat nomor S.1230/PSLB3-PS/2016 tertanggal 17 Februari 2016, tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar," kata Roy.

"Nilai yang disepakati yakni minimal Rp200 per kantong plastik, itu sudah termasuk PPN. Masih di bawah rata-rata biaya poduksi kantong plastik. Jadi, masih ada biaya yang ditanggung oleh kami. Nanti akan dievaluasi kembali setelah uji coba berjalan minimal tiga bulan," kata Roy N. Mandey Ketua Umum Aprindo saat dihubungi di Jakarta, Minggu.

Pemerintah dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRI) sepakat memberlakukan penggunaan kantong plastik berbayar seharga Rp200 per lembar untuk mengurangi limbah plastik mulai 21 Februari 2016 bertepatan dengan Hari Peduli Sampah Nasional.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar