Jumat, 15 Desember 2017

2 Remaja Ini Sukses Berkampanye Anti Plastik di Bali

Aksi untuk mengurangi pencemaran | tas spunbond

tas spunbond


Dengan perjuangan ini, Isabel dan Melati dapat memastikan bahwa Bali akan tetap menjadi sebuah pulau yang indah untuk generasi mereka dan seterusnya.

Seiring perjuangan mereka, kedua gadis ini telah berhasil mendapatkan beberapa penghargaan untuk apa yang mereka lakukan, mulai dari lokal sampai dengan PBB.

Motivasi yang diberikan oleh Isabel dan Melati menunjukan bahwa anak-anak memiliki energi tak terbatas untuk menghasilkan suatu karya yang luar biasa, ketika mereka mau bekerja sama untuk menghasilkan suatu hal yang positif.

Walaupun usaha mereka mendapatkan hasil yang lambat pada awalnya, namun akhirnya mereka mendapatkan perhatian yang besar dari waktu ke waktu. Setelah melakukan kampanye petisi untuk satu juta tanda tangan dan 24 jam mogok makan, kedua gadis ini juga menemui gubernur Bali, I Made Mangku Pastika. Hasilnya? I Made Mangku Pastika memastikan bahwa pulau Bali akan bebas dari tas dan sampah plastik di tahun 2018.

Mereka merekrut tim dari para pemuda yang ingin bergabung secara sukarela dan kampanye mereka dimulai dengan demonstrasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya polusi.
Fokus terbesar mereka adalah pemahaman pengguna tas plastik terhadap fungsi alternatif yang dapat dilakukan dan betapa tidak pentingnya menggunakan sebuah tas plastik.

Dilansir dari mymodernmet.com, Jumat (18/3/2016), dua orang gadis remaja bernama Isabel dan Melati Wijsen memutuskan untuk melakukan sebuah aksi untuk mengurangi pencemaran di Bali. 

Selama tiga tahun mereka berdua bekerja keras untuk membebaskan Bali dari tas dan sampah plastik.
Melihat referensi dari negara-negara lain di dunia, kedua gadis ini memulai kampanye ramah lingkungan yang diberi nama Bye Bye Plastic Bags.

Bali adalah surga dari wilayah tropis, dengan budayanya yang berkembang dan alam yang spektakuler. Hal yang banyak dilewatkan oleh banyak orang adalah bahwa pulau ini menghasilkan sekitar 680 meter kubik sampah dalam waktu satu hari. 

Jika diibaratkan, hal ini sama dengan 14 bangunan yang dipenuhi oleh sampah. Kurang dari lima persen limbah dari plastik sampah yang di daur ulang dan hampir seluruhnya berakhir dengan berserakan, dibakar, atau dibuang begitu saja ke saluran pembuangan yang akhirnya larut menuju laut.

Kemasan Produk Makanan dan Minuman Diwacanakan Tidak Kena Cukai | tas spunbond



Menurut Rachmat, pengenaan cukai justru akan membawa banyak dampak negatif bagi upaya pemerintahan Presiden Jokowi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, investasi dan mengejar pemerataan ekonomi rakyat.

“Kami melihat kebijakan cukai bukanlah solusi tepat bagi masalah sampah, khususnya sampah plastik kemasan yang sering diposisikan sebagai sumber permasalahan sampah di Indonesia,” ujar perwakilan FLAIPP Rachmat Hidayat.

Flaipp menyatakan, kebijakan tersebut berpotensi merugikan masyarakat (konsumen), menurunkan daya saing industri dan pada akhirnya akan melemahkan pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan penerimaan negara. 

Sementara itu, Forum Lintas Asosiasi Industri Produsen Dan Pengguna Plastik (Flaipp) sepakat menolak wacana pengenaan cukai atas plastik kemasan produk. Organisasi ini menilai bahwa kebijakan ini tidak tepat sasaran. 

"Kami coba komunikasikan terus (dengan asosiasi) secara berkesinambungan. Baik untuk jangka pendeng, maupun jangka menengah dan panjang. Yang penting kami lakukan secara koordinatif," ujar Heru.

Selain melakukan kajian, pihaknya juga tengah intensif melakukan komunikasi dengan berbagai pihak termasuk asosiasi pelaku industri makanan dan minuman.

Heru menegaskan, pihaknya masih melakukan kajian terhadap penerapan cukai plastik kemasan makanan dan minuman, dan akan diputuskan setelah proses kajiannya selesai.

Tas kresek yang tidak ramah lingkungan, itu yang susah didaur ulang, dan kemudian konsumsinya berlebihan. Kalau plastik itu (kemasan makanan dan minuman) belum, baru kresek saja," ungkap Heru di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Jakarta, Selasa (7/2/2017).

Direktur Jenderal Bea Cukai Kemenkeu Heru Pambudi menjelaskan, pada tahap awal cukai plastik akan dikenakan pada plastik kresek yang tidak ramah lingkungan. Sementara plastik untuk kemasan produk makanan dan minum belum dikenakan cukai plastik.

Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mengenakan cukai terhadap kemasan plastik yang tidak ramah lingkungan dan konsumsinya berlebih.


Warga DKI Setuju 'Dipaksa' Bayar Tas Plastik Belanja untuk Kurangi Sampah | tas spunbond



"Nggak sih, soalnya plastik limbah yang lama hancurnya," tutur Rizki. 

"Mendingan dibikin berbayar biar nggak jadi sampah," timpal Rian. 

Ada pula Rizki (28) dan Rian (28) yang ditemui detikcom di convenience store 7-Eleven Mampang Prapatan juga mendukung. Mereka tahu benar limbah plastik itu lama hancurnya. 

"Saya sendiri pengusaha limbah dan nanti waktu diterapin efeknya gede. Karena kan bahan bakunya berkurang," tutur pria yang yakin kebiasaan masyarakat berbelanja akan berubah, termasuk dirinya yang akan membawa tas belanja sendiri.

Sedangkan Aldi (35) ditemui di Superindo juga mendukung kebijakan ini. Meski supermarket tempatnya berbelanja kini masih menggratiskan tas plastik, dia tahu benar pencemaran sampah plastik ini sudah gawat.

Namun, tidak serta merta Hanifah mengubah kebiasaan berbelanja. Ke depan, dia mengusahakan membawa tas sendiri untuk berbelanja. "Nanti mau membawa sendiri (tas belanja)," tuturnya. 

Sedangkan Hanifah (31) yang ditemui di Superindo di Jalan Mampang Prapatan sepenuhnya sadar bahwa kebijakan ini untuk kebaikan bersama. 

"Demi kebaikan nggak apa-apa. Soalnya kan terurainya sampai 1.000 tahun," tuturnya. 

Ke depan, Esti mengakui peraturan ini akan membuatnya mengubah kebiasaan berbelanja. Dia akan membawa kantung belanja sendiri. 

"Pastinya kan berubah. Harga-harga naik. Kebutuhan banyak. Bawa (tas belanja) sendiri lah daripada bayar," tutur Esti. 

Ditemui di supermarket yang sama, Esti (34) seorang ibu rumah tangga yang tinggal di kawasan Mampang Prapatan mengatakan setuju saja dengan kebijakan itu. 

"Nggak masalah kalau Rp200. Setuju aja," jawab dia. 

"Melihat masyarakat kita, kesadaran mereka sekarang ini tidak bisa sadar sendiri. Harus di-push. Ini salah satu cara. Masyarakat sekarang masih sulit sadar. Sekarang ini plastik berbayar bisa juga sebagai hukuman biar nggak buang sampah sembarangan. Saya mendukung sekali," tuturnya. 

Namun siang ini, Giant Ekspres di wilayah Jakarta masih menggratiskan tas plastik. 

"Dimasukkan tas saja kalau bawa. Seringnya gitu. Kalau belinya minum satu trus ditambah plastik kan nggak perlu. Plastik dipakai sekali dan besoknya buat tempat sampah, dibuang. Sayang sebenarnya kalau cuma dipakai sekali," jelas dia. 

Cara yang mulai diterapkan hari ini, menurut Chairil, memang harus dilakukan. Karena, menurutnya, karakter masyarakat Indonesia itu harus 'dipaksa' supaya menimbulkan kesadaran atas sampah plastik.

Dia sendiri sudah membiasakan diri tidak memakai tas plastik dari toko bila berbelanja. Chairil lebih senang memasukkan ke dalam tas yang dibawanya. 

"Saya setuju-setuju saja. Diterapkan nggak masalah, nggak keberatan sama sekali. Selama dijelaskan dan ini butuh kampanye masif. Biar hemat," tutur Chairil, karyawan swasta yang tinggal di Mampang Prapatan, ditemui detikcom usai berbelanja Giant Ekspres, Jalan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Minggu (21/2/2016). 

Berbelanja di supermarket maupun minimarket kini dikenakan Rp 200 untuk tas plastik. Mayoritas warga DKI setuju cara ini untuk mengurangi sampah. 











Tidak ada komentar:

Posting Komentar