Senin, 18 Desember 2017

Mendulang Rupiah dari Koran Bekas

Kertas-kertas bekas sering dinilai sebagai sampah | tas spunbond grosir


tas spunbond grosir

“Sebenarnya, banyak karya-karya perajin di Jogja yang tidak kalah bagus dan apik. Tetapi, mereka tidak melek teknologi. Padahal, produk eco friendly saat ini banyak dicari,” kata Novi.

Menurutnya, banyak kelemahan dimiliki para pengrajin di Jogja. Selain dari sisi teknologi informasi, para perajin juga kurang mempersiapkan perkembangan global.

“Ya, selain masalah global warming, pemanfaatan barang bekas juga tidak membutuhkan modal banyak. Ya, memang harus kreatif dengan ide-ide tertentu,” katanya.

Menurut peraih Young Entrepreneur Start-up (YES) Award yang diselenggarakan Indonesia Business Links (IBL) 2009 itu, pemanfaatan barang bekas penting untuk menyelamatkan dunia.

“Kalau sepi order, yang kerja 3-5 orang. Itu mereka petani dan ibu rumah tangga. Kalau order banyak, ya tambah tenaga dari. Saya ingin membuka lapangan kerja bagi banyak orang,” katanya.

Finalis Kelompok Wirausaha Muda Bank Mandiri itu pun kini terus mengembangkan usahanya. Lewat kecerdikannya, Novi mempekerjakan perajin dari Seyegan, Sleman dan puluhan warga di wilayah itu untuk membuat lintingan kertas koran dan majalah bekas. Rata-rata setiap hari, dibutuhkan 40 kg koran bekas.

“Ide awalnya sebenarnya dari Yunas. Saat kami terima reorder dari Hawaii, kami sempat kewalahan karena kami buat ini secara manual. Susahnya lagi, biasanya kerajinan ini hanya bisa tembus Eropa saat musim panas,” cerita adik Gupta Rahariyanto itu.

Pemasaran menjadi persoalan yang ia hadapi. Berkat kegigihannya, karya-karya Novi kini sudah diterima di sejumlah wilayah di Indonesia mulai Jogja, Solo, Jakarta, Medan, Kalimantan hingga Papua. Bahkan, karyanya juga tembus ke tanah Inggris dan Hawaii, Amerika.

Sejatinya, Novi -sapaan akrabnya- menggeluti dunia kerajinan itu sejak berstatus sebagai mahasiswi. Saat itu, dia tergabung dalam Kelompok Wira Usaha bersama teman-teman sekampusnya, Yunas Habibi (warga Ngawi), Dande Nuradi (Solo), Widya Kasrena (Blora) dan Brico Alwiyanto (Jakarta) itu. Hingga lulus akhir 2011 lalu, dia masih memanfaatkan koran-koran bekas untuk mengembangkan usahanya.

Berkat kreativitasnya itu Novi bisa meraup omzet setiap bulan antara Rp7 juta hingga Rp10 juta. “Awalnya anggap kreasi ini suatu hal yang goblok. Masak ada orang yang mau beli kerajinan dari kertas koran? Setelah dicoba, ternyata benar banyak yang tertarik,” cerita anak bungsu dari Syukri Hasanudin dan Suratmi Wiyono itu saat dikunjungi Harian Jogja, Kamis (9/5) lalu.

Tak hanya miniatur Tugu, miniatur Monas Jakarta, Harley Davidson, Truk, Jeep, beragam tas wanita, hingga sandal ia bikin berbahan baku dari koran bekas. Harga yang dibanderol untu satu miniatur beragam, mulai Rp1.500 hingga ratusan ribu rupiah tergantung tingkat kerumitan miniatur.

Dengan terampil, kedua tangan Novianti menyusun satu per satu lintingan bekas koran dan majalah di hadapannya. Lintingan itu kemudian ditempelkan pada sebuah kertas lainnya yang sudah dibentuk menyerupai sebuah Tugu Pal Putih Jogja. Beberapa menit kemudian, miniatur tugu yang menjadi khas Jogja itu pun siap dipasarkan.

Bagi sebagain orang, kertas-kertas bekas sering dinilai sebagai sampah. Pandangan itu tidak berlaku bagi Briane Novianti. Alumnus Filsafat UGM itu, menyulap sampah-sampah menjadi kerajinan yang bernilai seni tinggi. Rupiah pun mengalir ke kantong gadis warga Ledok Tukangan DNII/257 Jogja itu.

Menyulap Sampah Menjadi Berkah | tas spunbond grosir



Kehadiran Bank Sampah ini dirasakan manfaatnya secara langsung oleh warga lingkungan sekitar. Mereka mengaku lingkungan menjadi lebih bersih dan terbiasa untuk membuat sekaligus memanfaatkan kompos. Selain itu, warga pun mendapatkan keuntungan secara ekonomis.

Walapun tak bermodal besar, asalkan didukung oleh warga yang peduli lingkungan, Bank Sampah mandiri pun tak kalah bermanfaat bagi warga dan lingkungan.

Untuk pembuatan kerajinan dari barang bekas, pengelola Bank Sampah Wargi Manglayang memberikan pelatihan kepada beberapa orang binaan. 

Para binaan inilah yang membuat kreasi-kreasi dengan memanfaatkan berbagai barang-barang bekas, seperti bekas bungkus kemasan, sedotan air mineral, plastik kresek dan lain-lain. Barang kerajinan yang dihasilkan pun beragam mulai dari tas kecil, dompet, taplak, hantaran pernikahan dan lain-lain.

Bank Sampah Wargi Manglayang pun kerap mengikuti pameran-pameran yang berkenaan lingkungan hidup. Berkat konsistensi dan prestasi yang sudah diraih, Bank Sampah Wargi Manglayang sering mendapat undangan untuk berbagi pengalaman di berbagai tempat.

Hingga kini sudah tercatat 150 orang yang menjadi nasabah Bank Sampah Wargi Manglayang. Mereka bisa menyetorkan sampah-sampah kering atau anorganik ke bank sampah. Untuk mengatasi sampah organik, pengurus Bank Sampah Wargi Manglayang memberikan pelatihan kepada warga sekitar untuk membuat kompos. Para pengurus Bank Sampah Wargi Manglayang tidak berhenti hanya memberikan pelatihan, namun terus memberikan motivasi kepada warga untuk tetap konsisten membuat kompos. Selain itu, mereka sering melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah untuk memanfaatkan sampah yang bisa didaur ulang dan dibuat kerajinan.

Para Ibu-Ibu PKK di RW 06 ini memiliki komitmen yang tinggi terhadap lingkungan. Terbukti dengan terciptanya lingkungan di sekitar RW 06 yang tampak asri dan bersih. Tempat-tempat sampah pun dengan mudah ditemui di sekitar lingkungan ini. Begitu juga dengan banyaknya tanaman hijau yang membuat lingkungan menjadi sejuk dan segar.

Sudah banyak tamu yang datang berkunjung untuk melakukan studi banding terhadap Bank Sampah Wargi Manglayang. Tak kurang dari perwakilan sekolah, kampus hingga pejabat pemerintah daerah kota Bandung pernah berkunjung.

Bank Sampah Wargi Manglayang melayani pembelian sampah setiap hari Senin dan Kamis dari pukul 10.00 wib – 14.00 wib. Sampah yang terkumpul disimpan terlebih dahulu untuk kemudian dijual maksimal sebulan sekali. Ibu Mimin selaku ketua pengelola Bank Sampah Wargi Manglayang mengaku bank sampah ini tidak berorientasi pada keuntungan. Para pengelola bahkan tidak mendapat bayaran, karena ini merupakan pekerjaan sosial. Para Ibu-Ibu PKK yang aktif mengelola bank sampah kini berjumlah sekitar 8 orang.

Bank Sampah di Kota Malang memang merupakan salah satu bank sampah yang patut dijadikan contoh di Indonesia. Selain itu masih ada Bank Sampah Gemah Ripah di Yogyakarta dan Bank Sampah Bina Mandiri Surabaya.

Bank Sampah Malang adalah koperasi yang merupakan kerjasama antara Pemerintah Kota Malang dan CSR PLN. Sebagai sebuah bank yang didukung oleh pemerintah daerah, Bank Sampah Malang memiliki program-program yang menguntungkan masyakat. Selain membuka tabungan sampah, nasabah pun akan mendapat pelatihan. Program pelatihan yang didukung oleh Ibu Ketua Tim PKK, yakni Ibu Hj.Dra.Heri Puji Utami, M.AP ini berupa pelatihan pengelolaan sampah baik organik maupun anorganik.

Sungguh berbeda dengan tempatku biasa menyetor sampah, desah perempuan paruh baya itu dalam hati. Memang, tempat ia biasa menabung sampah, hanyalah sebuah garasi seorang warga yang diubah menjadi sebuah bank sampah sederhana. Tempat ia menabung sampah memang merupakan bank sampah mandiri, diupayakan oleh komunitas warga yang peduli terhadap lingkungan.

Seorang perempuan paruh baya memandangi sebuah foto dengan sedikit terperangah. Sebenarnya gambar tersebut tidaklah terlalu istimewa, hanya sebuah kantor bank sampah di kota Malang. Yang berbeda, kantor bank sampah tersebut tertata apik penuh warna-warni. Tentunya dibutuhkan dana tak sedikit untuk membuat bank sampah serupa itu.

Uang Datang Dari Olahan Hasil Limbah Alam | tas spunbond grosir



Selain unik dan menarik, kreasi dari daun-daun dan bunga kering ini juga tahan lama daripada bunga asli.Harga jual setiap batang bunga berkisar Rp 1.500?Rp 30.000, tergantung dari bahan yang digunakan. Sementara harga jual rangkaian bunga mulai dari Rp 100.000?Rp 350.000 per unit, tergantung kerumitan dan banyaknya bunga dalam satu rangkaian.

Hingga kini pemesanan datang dari wilayah Yogyakarta hingga luar Pulau Jawa. Dalam sebulan dia mengaku dapat menjual 2.500 tangkai hingga 2.800 tangkai bunga, sehingga, omzetnya mencapai Rp 5 juta per bulan.

Dia tidak perlu pusing mendapatkan bahan baku tersebut lantaran bahan-bahan tersebut sangat mudah ditemukan di berbagai tempat dan biasanya sudah tidak terpakai. Selain mudah mendapatkan pasokan, harga setiap bahan bakunya pun murah.

Untuk proses pembuatan cukup mudah. Semua bahan baku dicuci dan dibersihkan kemudian di gambar pola di atasnya sesuai dengan keinginan. Setelah itu dipotong mengikuti pola yang telah dibuat dan diberi pewarna. “Untuk warna terang, bahan baku harus diwarnai putih dulu, kecuali mau warna yang gelap”, jelasnya.

Jenis bunga yang ditawarkan oleh Cendani Dried Flowers cukup banyak. Kayu halus hasil serutan pensil dia bentuk dan diberi warna yang menarik dan dibentuk sedemikian rupa sehingga menjadi produk yang bernilai lebih. Selain itu rumput hamada dia buat menjadi bentuk bunga yang unik. Sementara itu kulit jagung dibuat menjadi bunga mawar dengan berbagai ukuran, bunga anggrek dengan berbagai macam warna, serta bunga ketapang yang terlihat lucu dan unik.

Usaha ini berdiri pada tahun 2004 lalu di Yogyakarta karena kecintaannya terhadap bunga. Dia mengaku awal memulai membuat kerajinan bunga ini dari hasil belajar otodidak dari buku yang ia beli dari toko buku. Dari situ, dia memutuskan untuk membuat karya bunga kering hasil kreativitasnya sendiri. Berbagai bahan limbah tersebut dia sulap menjadi karya seni yang cukup diminati oleh masyarakat.

Pemilihan bahan baku dari daun-daun kering dan bahan baku daur ulang menurutnya dapat berkontribusi terhadap kelestarian lingkungan.

Berbagai limbah lingkungan yang sering kali menjadi sampah dan terbengkalai bisa menjadi pundi-pundi uang. Lewat ide kreatif dan tangan terampi, sampah-sampah tidak berguna tersebut bisa menjadi produk yang bernilai jual. Inilah yang dilakukan Eni Saputra.

Lewat usaha Cendani Dried Flower, dia membuat kerajinan hiasan bunga dari bahan-bahan limbah, seperti pelepah pusang, daun lontar, kulit jagung hingga kayu hasil serutan pensil. Dia juga menggunakan rumput hamada yang biasa dijadikan bahan baku pembuatan sapu.

Eni Saputra memanfaatkan bahan limbah dari alam seperti hasil serutan pensil, pelepah pisang, daun hamada, dan daun lontar menjadi kerajinan rangkaian bunga yang cantik dan bernilai jual.

Lewat usaha Cendani Dried Flower, produknya banyak dipesan konsumen di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar