Rabu, 20 Desember 2017

Pengrajin Payung Kalibagor Manfaatkan Limbah Kertas

Memanfaatkan bahan baku kertas dapat bersaing dengan produk-produk modern | tas spunbond murah meriah



tas spunbond murah meriah



Bahkan, para pengrajin payung Kalibagor juga memberikan petunjuk kepada sejumlah pengunjung, tentang cara membuat dan memberikan cat pewarna yang menambah kemegahan payung dari limbah kertas itu.

Para pengunjung selain meminta keterangan tentang sejarah payung Kalibagor tersebut dan mereka juga menjadikan ajang foto selvie.

Payung Kalibagor dalam Festifal Payung Indonesia cukup memberikan suasana yang menarik bagi pengunjung. Pada kedua kegiatan Festival Payung Indonesia sudah banyak pengunjung yang mendatangi stand Payung Kalibagor.

Namun, mereka hanya terkendala cara pemasaran produksinya.

"Kami memasarkan barang kerajinan ini, salah satunya melalui kegiatan pameran-pemeran yang diselenggarakan oleh Pemkab Banyumas dan Festival Payung Indonesia di Solo ini," katanya.

Dia menjelaskan, payung kertas tersebut menggunakan bahan baku limbah kertas sak semen, bambu, benang, lem dan cat pewarna untuk dekorasinya. Harga yang ditawarkan sekitar Rp25 ribu hingga Rp30 ribu per buahnya.

"Ongkos produksi sebuah payung kertas bisa sekitar Rp17 ribu dan kami mempu memproduksi rata-rata 20 buah per harinya," kata pengrajin yang mengaku menekuni bisnis ini, meneruskan orang tuanya sejak 10 tahun lalu.

Menurut dia, setiap anggota keluarga pengrajin payung kertas di Kalibagor dapat membuat payung tradisional itu. Payung ini, biasa digunakan masyarakat untuk orang yang meninggal dunia atau untuk dekorasi atau hiasan taman.

"Kerajinan payung kertas di Kalibagor memang industri rumah tangga turun-menurun dari para leluhurnya. Jumlah pengrajin payung dahulu khususnya di Dukuh IV Kalibagor ada puluhan orang," kata Sumanto.

Menurut Sumanto, Desa Kalibagor sejak 1940 sudah dikenal oleh masyarakat, yakni daerah centra industri payung kertas di Banyumas, dan hingga sekarang masih bertahan meski produksinya terus berkurang.

"Payung buatan pengrajin asal Desa Kalibagor Banyumas ini, bahan bakunya memanfaatkan limbah kertas sak bekas bungkus semen," kata Sumanto (38) salah pengrajin asal Kalibagor Banyumas saat mengikuti workshop di Festival Payung Indonesia (FPI) 2015 di Taman Balekambang Solo, Sabtu (12/9/2015).

Pengrajin payung tradisional produksi daerah setra Desa dan Kecamatan Kalibagor Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, dengan memanfaatkan bahan baku kertas dapat bersaing dengan produk-produk modern.

Menyulap Sak Semen Jadi Tas Berkualitas Dunia | tas spunbond murah meriah



Saat ini, Vania sebenarnya tidak hanya fokus pada bisnis secara individu. Dia bersama kakaknya juga telah melakukan pemberdayaan masyarakat dengan menekankan pada daur ulang. Dengan demikian, dia dapat terlibat membantu masyarakat sehingga menambah pemasukan mereka.

Di samping itu, Vania juga mengaku tak pernah melewatkan pameran-pameran yang diadakan swasta maupun pemerintah. Sebab, dengan cara ini dia bisa memperkenalkan produknya ke masyarakat di dalam mapun luar negeri. Hal ini terbukti dengan berhasilnya Vania mewakili Indonesia dalam pameran mode tas di Bangkok dan Hongkong beberapa tahun lalu. “Bahkan  kita bisa mempromosikan ke media melalui pameran-pameran itu,” kata dia. 


Pada masa awal, Alumnus Universitas Airlangga (Unair) ini tentu pernah mengalami kegagalan. Namun kegagalan itu tidak membuatnya menyerah begitu saja. Dia  terus berpikir bagaimana bisa menciptakan sebuah produk daun ulang dengan tetap terlihat unik dan bermode. Hingga akhirnya, Aktivis Lingkungan ini berhasil memproduksi tas dan sepatu berbahan sak semen yang tidak hanya terjual di seluruh Indonesia tapi ke luar negeri juga.

Untuk yang berminat pada produk ini, Niniek mengatakan, pembeli di luar Surabaya bisa memesan via media sosial heySTARTIC, pada akun Facebook, Twitter, maupun Instagram. Atau, dia melanjutkan, para pembeli bisa mengunjungi lokasi STARTIC di Jalan Jemur Sari 4 Nomor 5, Surabaya, Jawa Timur.

Pendiri STARTIC, Vania Santoso mengungkapkan bagaimana dirinya bisa sukses meski masih berusia 23 tahun. Menurut dia, hal ini tidak terlepas dari percaya akan kemampuan diri sendiri dengan menenkankan pada kretivitas masing-masing. 

Meski sudah termasuk berkualitas dan sukses, Niniek mengungkapkan, pihaknya masih menemukan kendala. Kendala ini terutama dialami saat pihaknya ingin mengeskspor produknya ke luar negeri, seperti Australia dan Belanda saat ini. Pembeli dari luar negeri biasanya menginginkan produk yang tanpa cacat sedikitpun. Untuk itu, pihaknya terkadang akan bekerja sangat keras agar bisa menghasilkan tas dan dompet yang benar-benar berkelas. Ke depan, pihaknya juga berencana untuk berkolaborasi dengan desainer luar negeri.

Menyulap Sak Semen Menjadi Tas Elegan | tas spunbond murah meriah



Sampai saat ini omzet yang diterima Startic mencapai Rp 30 juta hingga 40 juta per bulan. Dengan harga yang ditawarkan relatif murah, kisaran antara Rp 50 ribu hingga Rp 700 ribu. Produk termahal Startic sendiri ada pada tas semen yang dipadukan dengan kulit sapi bermotif kulit buaya.

“Waktu mencoba membuat 12 pcs sebagai tes market untuk produk Startic. Modal awal yang dikeluarkan sekitar 20 juta untuk membeli mesin jahit, membuat brosur untuk promosinya, dan bahan baku seperti bahan kulit elastis serta kulit sapi” kata Niniek.

Niniek menuturkan modal awal yang digunakan untuk memulai bisnis fashion dari limbah kerta semen saat itu sebesar Rp 20 juta yang digunakan untuk membeli bahan baku, alat jahit dan promosi.

Hasil lab mengungkapkan, ternyata kulit sapi sebelum dipakai harus di jemur terlebih dahulu sebelum kulit tersebut dikombinasikan dengan menggunakan kertas semen.

“Dari kesalahan tersebut, akhirnya kami coba menjemur kulit sapi selama satu hari agar dapat mengeluarkan kandungan minyak dari kulit tersebut”, ujarnya.

Niniek selaku Manager Startic menceritakan awalnya memulai bisnis ini sejak akhir 2014. Saat itu, melihat banyak limbah sampah kertas semen berserakan dan tidak dipakai, akhirnya Agnes dan Vania mencoba memanfaatkan kertas menjadi sebuah tas wanita. Namun ternyata tak semudah yang dibayangkan. Ia mengaku sempat beberapa kali mengalami kegagalan dalam mengkombinasikan antara bahan kertas semen dengan kulit sapi.

“Ketika dipakai sendiri selama kurang lebih setengah tahun, tas tersebut mengeluarkan minyak di luar dan bagian dalam. Begitu didiamkan malah keluar minyak dan flek di bagian dalam tas, akhirnya diputuskan untuk melakukan uji lab”, kata Niniek saat ditemui di Pameran Trade Expo Indonesia (TEI), Jiexpo, Jakarta Pusat, Senin, (17/10/16).

Agnes dan Vania melihat peluang bisnis fashion sangat menjanjikan. Mereka berinovasi menyulap limbah kertas sak semen menjadi produk fashion yang elegan dan memiliki nilai jual tinggi dengan menggunakan brand Startic. Tercetusnya ide pengolahan limbah kertas sak semen bermula dari keinginan kakak beradik ini mengembangkan proyek sosial dalam rangka kampanye manajemen sampah kepada masyarakat melalui klub AV Peduli.

Produk fashion bisa dikatakan tidak ada matinya, bahkan fashion Indonesia diyakini akan terus berkembang. Melalui Kementerian Perindustrian, fashion didorong menjadi industri nasional yang berkelanjutan dan mengkategorikan fashion sebagai industri kreatif dari konsep produk hingga inovasi bahannya. Salah satu yang bisa melihat peruntungan dari bisnis fashion yaitu Agnes dan Vania Santoso.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar