Rabu, 07 Juni 2017

Begini Mereka Kelola Sampah, Lingkungan Bersih, Dompet Bisa Berisi

Kebiasaan warga memilah sampah dan mendaur ulang masih sangat minim | goodie bag eksklusif


goodie bag eksklusif



Kita ingin masyarakat berpikir ulang terkait sampah, hingga berkurang dan jadi lifestyle mereka.”

Penolakan sering terjadi. Para relawan harus siap mental. Nasandi bilang, mencari relawan gampang-gampang susah.

”Kita bekerja dengan hati dan pendekatan cinta kasih kepada sesama dan lingkungan,” katanya. Keberagaman identitas, kepercayaan maupun suku melebur menjadi satu, terbuka untuk umum.

Dengan ada bank sampah,  setidaknya sampah berkurang. Sampah rumah tangga terpilah. Setelah terkumpul, sampah-sampah dibawa ke gudang khusus di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat.

Biasa 30-50 orang, tergantung, biasa relawan dari Depok dan Jakarta Selatan,” katanya.

Sampah-sampah biasa ada yang mengantar, ada juga yang menjemput. Beberapa hari sebelumnya, biasa dia membagikan pamflet di sekitar wilayah dengan menginformasikan waktu dan tempat pengumpulan.

Nasandi, relawan Yayasan Tzu Chi ini seorang apoteker. Awalnya dia hanya mengisi waktu luang membantu pengobatan sesama. Ada bank sampah, tak jarang relawan menjadikan rumah sebagai depo pelestarian lingkungan. Saat itu, Selatan belum ada relawan, Nasandi menawarkan diri dan memilih SMP Surya Dharma sebagai tempat pengepul sementara.

Masih di Jakarta Selatan, setiap minggu keempat dalam setiap bulan, halaman depan SMP Surya Dharma,  ramai. Ada sekitar lima orang, beberapa menggunakan masker dan sarung tangan. Mereka memilah sampah berdasarkan jenis, kardus terkumpul menjadi satu, botol-botol juga menjadi satu. Sampah-sampah ini masuk ke Bank Sampah Xie Li, kelolaan Yayasan Tzu Chi. Xie Li, berarti gotong royong.

Jika pemerintah ingin berbicara tentang zero waste, katanya, hanya omong kosong. Baginya, pemerintah perlu serius dan konsisten dalam menjalankan amanah perundang-undangan, salah satu UU Pengelolaan Sampah.

Bagi Yenni, beraksi nyata harus segera. Setidaknya, itulah yang kini dia lakukan. ”Jadikan memanfaatkan sampah sebagai gaya hidup, hingga kita tak sadar sekaligus peduli lingkungan,” katanya.

Dia sering promosi dengan menggunakan barang-barang daur ulang. ”Mereka suka, mereka tanya dan beli, saya buka jaringan lagi.”

Sampai kini, katanya, bank sampah masih minim meski sudah ada aturan. Bank sampah bagaikan siuman, dicari ketika ada even tertentu seperti adipura. Awalnya, dia sempat didukung pemerintah, namun akhirnya memilih independen.

Dia menyebutkan beberapa penyumbang sampah seperti orang-orang KBRI, Raam Punjabi, Anis Matta, Kantor Manulife dan lain-lain.

Tiap hari dia terus memperkaya ilmu, mulai belajar dari youtube, kenalan sana sini maupun melatih keuletan tangan, mulai bikin toples permen, souvenir, kotak tisu, tudung saji, karpet, jam dinding, lampion dan hiasan bunga. Harga bervariasi mulai Rp500 hingga Rp500.000.

Yenni tak hanya memungut sampah di jalan, juga sering mendapatkan dari warung-warung kopi, rumah anggota DPR, perusahaan maupun warga asing yang tinggal di Indonesia.

”Kami tak bayar, biasa kami tanya mereka butuh apa, kemudian saya buatkan entah tas, tudung saji atau pernak-pernik daur ulang lain,” katanya.

Menurut dia, pada prinsipnya kerja keras dan membuka jaringan. Yenni sering melanglang buana dari satu pameran ke pameran lain, bukan berharap barang laku tetapi membuka jaringan. Tak jarang, berkat produk maupun keterampilannya, dia sering keliling Indonesia bahkan hingga Singapura menyebarkan virus positif ini. Pameran juga sebagai sarana mengedukasi masyarakat dengan cara interaktif.

Dalam menjalankan bank sampah ini sedikit tertatih dan harus penuh kesabaran. Kini,  penghasilan per bulan bisa puluhan juta, sekitar Rp5-20 juta.”Duit dari sampah itu enak, tak mengeluarkan modal banyak.”

”Hai My Darling kemana aja lo, udah lama ga keliatan,” sapaan itulah yang seringkali keluar saat bertemu. Hingga muncullah penamaan bank sampah ini jadi My Darling, yakni Masyarakat Sadar Lingkungan. Itu semua bermula dari keseharian para penggagas.

Setengah perjalanan, pada tiga bulan pertama, dia berjuang sendirian. ”Ada yang buat bank sampah sendiri, ada yang bilang ngapain mengurusi sampah yang tidak ada duitnya.”

Sebuah garasi tak terpakai miliknya disulap menjadi basecamp mereka. Mulai botol plastik, bungkus kopi, botol minuman ringan, koran bekas hingga kaleng bekas . Mereka mendaur ulang menjadi barang bernilai jual tinggi.

Cemooh kerab datang  tetapi dia tak peduli. Di terus mengumpulkan sampah untuk daur ulang.

Terinspirasi dari program televisi dia mengajak tiga teman mencari wadah ngerumpi dan menghasilkan sesuatu. Ketiga temannya adalah Sisi, Kendah dan Faridah.

Namanya Bank Sampah My Darling di Jakarta Selatan,  dengan penggagas, Yenni Mulyani Hidayat. Yenni gemas dengan banyak sampah berceceran di jalan, sampai akhirnya terbersit ide bikin daur ulang sampah di rumah. Awalnya, ide ini muncul 2010, saat perempuan asli Cianjur, Jawa Barat ini aktif dalam kegiatan PKK.

”Ihh orang gila dia, mungutin sampah kaya pemulung. Ga punya duit, gembel,” katanya mengenang cemooan orang kala melihat dia memungut botol bekas di Pasar Rumput, Jakarta Selatan.

Kebiasaan warga memilah sampah dan mendaur ulang masih sangat minim. Hampir tiga perempat warga membuang sampah langsung di dalam bak sampah.

Data Waste4Change pun menyebutkan skala rata-rata keinginan masyarakat Jakarta bertanggung jawab atas sampah minim, 7,6 dari skala 10. Angka ini sebenarnya memberikan harapan bagi kondisi lingkungan sekitar.

Kini, ada 420 bank sampah di Indonesia. Pemerintah sedang menggalakkan pengelolaan bank sampah berbadan hukum, diusung Kementerian Koperasi dan UKM dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Polusi udara tak terhindarkan. Terlebih saat truk-truk berjejer keluar Tol Bekasi Barat membawa 6.270 ton sampah per hari oleh Jakarta. Angka ini sama dengan berat 25 paus biru dan menutupi empat kali lapangan sepak bola.

Berdasarkan data Dinas Kebersihan Jakarta,  79% sampah Jakarta dikirim dan diolah di TPST Bantargerbang, sisanya didaur ulang ataupun tak terangkut, 54% sampah organik, yang lain kertas, plastik, kaca, logam dan lain-lain.

Sore itu, Kota Bekasi, baru diguyur hujan. Bau tengik sampah menyergap. Pagi maupun sore sehabis hujan, bau tak sedap sampah biasa dirasa sebagian warga Bekasi. Padahal, rumah saya 10 km dari tempat pembuangan sampah Bantar Gerbang.


Tote Bag Decoupage yang Multifungsi | goodie bag eksklusif



Avianti melengkapi tote bag tersebut dengan kancing dan karet elastis. Dengan begitu, tas itu bisa dilipat dan mudah dibawa ke mana pun.

Selain tas, dia membuat kain blacu bermotif decoupage sebagai cover atau sampul kitab dan buku.

’’Berkesan indah dan sangat multifungsi untuk menyimpan berbagai macam barang,’’ jelas Dwi Febriani, peminat tote bag decoupage. 

’Bisa ditekan perlahan dengan menggunakan tangan yang dilapisi plastik atau digosok dengan menggunakan sponge roll,’’ tutur ibu dua anak tersebut.

Selanjutnya, tisu itu dikeringkan dengan menggunakan hair dryer dan ditambahi varnish. Tas blacu akan tahan lama jika tidak dikucek atau direndam saat dicuci dan tidak dimasukkan ke mesin cuci.

Lapisan ketiga dari tisu decoupage yang sudah disiapkan ditempelkan pada kain blacu tersebut. ’’Penempelannya menggunakan lem khusus,’’ ujarnya.

Penempelan tisu decoupage juga harus hati-hati karena menggunakan teknik khusus. Sebab, tisu itu sangat tipis serta tidak mudah rusak dan mengerut.

Avianti menyatakan, tote bag bisa digunakan sebagai pengganti tas kresek ketika berbelanja dan masih sesuai dimanfaatkan untuk kuliah. ’’Beragam motif decoupage bikin menarik,’’ ucapnya.

Dalam pembuatan tote bag decoupage, Avianti membutuhkan lembaran kain blacu untuk kemudian dijahit menjadi bentuk tas.

’’Bisa sih pakai kain spunbond. Tapi, kalau kotor, kain spunbond jadi kucel setelah dicuci dan kalau disetrika leleh,’’ katanya.

Pertimbangan lainnya, kain blacu lebih tebal, namun tetap ringan saat digunakan. ’’Selain itu, decoupage menjadi lebih bagus dikombinasikan dengan blacu,’’ ungkapnya.

Inovasi decoupage pada tote bag itu dibuat salah seorang crafter Kota Pudak, Avianti Fibria. ’’Saya ingin membuat sesuatu yang berbeda. Terlintas ide untuk menempelkan gambar pada tas dari kain blacu,’’ jelasnya.

Blacu dipilih bukan tanpa sebab. Perempuan asal Sidoarjo tersebut menuturkan, blacu lebih mudah dicuci dan disetrika.

Seni atau kerajinan memotong kertas tersebut juga bisa diaplikasikan pada kain blacu. Temanya pun mengikuti tren yang berkembang, yaitu vintage.

Namun, hasilnya bukan sekadar gambar yang menempel pada kain blacu, tapi kain blacu yang dijahit menjadi tote bag. Yakni, tas jinjing yang multifungsi dan mudah dibawa ke mana pun.

Bahan yang lazim digunakan untuk decoupage adalah kayu, gelas, kaleng, plastik, dus, dan daun kering.

Bisnis Boneka Lumut, Pria Ini Raup Omzet Hingga Rp 50 Juta/Bulan | goodie bag eksklusif


Dengan jumlah pesanan yang begitu banyak setiap bulannya, Faldi mampu mengantongi omzet hingga Rp 50 juta per bulannya. Bahkan di tahun ini Planter Craft mendapatkan tawaran untuk memasok lumut sebagai ornament di atap bangunan.

"Kalau omzet sama dekorasi itu bisa Rp 30 juta-Rp 50 jtuaan. Bahkan di tahun ini sebenarnya ada meeting dengan arsitek Belanda katanya dia mau buat perpustakaan lumut di atasnya itu," tutup Faldi.

Harga boneka lumut buatan Faldi juga terbilang murah, mulai dari Rp 7.500 untuk souvenir hingga boneka lumut dengan ornament anggrek Rp 230.000 per buah.


"Kalau boneka 500-1.000 untuk souvenir nikah. Untuk pameran awal-awal kita ikutin di Jakarta hampir tiap minggu, lebih cenderung ke online dan Carrefour sendiri," tutur Faldi.

Setiap bulannya, pesanan boneka lumut buatan Faldi mencapai 1.000 buah. Pesanan ini di antaranya merupakan pesanan untuk souvenir pernikahan. Faldi juga melayani dekorasi ruangan dengan boneka lumutnya, baik dengan sewa maupun beli.

Boneka lumut buatan Faldi ramai dipesan dari berbagai daerah di Indonesia. Boneka lumut ini juga sudah banyak dipajang di etalase Carrefour di Kota Bandung. Bahkan mahasiswa yang sudah memasuki tahun akhir ini juga sempat mengikuti pameran di Thailand hingga Korea Selatan (Korsel) mewakili Indonesia.

Saat ini, untuk memenuhi kebutuhan lumut, Faldi menjalin kerja sama dengan pemasok lumut dari petani di Tangkuban Perahu, Lembang. Faldi juga memberdayakan anak-anak panti asuhan dalam membuat boneka lumut.

"Perawatannya karena tanaman hias ini enggak butuh air banyak dan seminggu cukup direndam sampai meresap biar airnya meresap sampai ke akar," ujar Faldi.

Boneka lumut buatan Faldi bisa ditaruh di dalam dan di luar ruangan. Perawatan tanaman lumut ini juga terbilang mudah hanya cukup merendam boneka lumut di dengan air sekitar 3-5 menit setiap minggunya.

Sebagai aksesoris tambahan, di bagian atas bola lumut tersebut ditambah beberapa ornamen hiasan seperti tanaman anggrek hingga kaktus. Setelah berbentuk bola, kemudian ditambahkan hiasan mata agar menyerupai boneka. Tidak hanya itu, kabel juga digunakan untuk membentuk tangan dan kaki agar menjadi boneka lumut nan lucu.

Seluruh material tersebut dibentuk menjadi satu kesatuan dengan material lumut direkatkan paling akhir menggunakan benang jahit tipis.

Ambil lumut gratis di hutan tanah mudah dicari ada tanah dibuat. Pada saat itu masih riset sedikit bagnet lah kalau Rp 100.000-Rp 200.000 segituan," kata Faldi, yang pernah meraih juara II Wirausaha Muda Mandiri pada Maret 2016, kategori mahasiswa di bidang usaha kreatif.

Dalam membuat boneka lumut nan lucu ini, Faldi sedikit menceritakan caranya saat berincang dengan detikFinance. Untuk membuat boneka lumut dibutuhkan beberapa material seperti tanah, serabut kelapa atau coco peat, kerikil, dan tentunya lumut.

Bisnis boneka lumut ini diberi label Planter Craft. Dalam merintis Planter Craft, Faldi mengeluarkan modal awal yang terbilang sangat kecil yaitu Rp 200.000. Modal tersebut diakali Faldi dengan memanfaatkan lumut dan tanah yang ada di sekitar rumanya.

"Dan di situ saya bikin lagi terinspirasi dari Jepang Kokedama di mana koke itu lumut dan dama itu bola, saya kalau di Jepang menggunakan tanaman bonsai dijadikan lumut. Saya buat inovasi pertama di Indonesia bahkan di dunia itu boneka lumutnya," ujar Faldi kepada detikFinance, awal bulan ini.

Sebelum memulai bisnis boneka lumut, Faldi awalnya sempat mencoba peruntungan dengan menjual tanaman hias Succulent dan Kaktus yang ditempatkan di pot kayu. Namun, karena resposns masyarakat dirasa kurang saat dipamerkan di Event Car Free Day Dago, Faldi banting setir menjajal bisnis boneka lumut.

Merintis bisnis sejak muda sedang jadi tren. Ini juga yang dijalani Faldi Adisajana, memulai bisnis boneka lumut sejak duduk di semester 5 Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran.

Faldi terinspirasi dari Kokedama alias teknik menanam dengan media lumut yang lahir di Jepang. Boneka lumut yang dibuat Faldi awalnya memanfaatkan lumut yang ada di hutan dan tanah di sekitar rumahnya.

Boneka lumut racikan Faldi menjadi pelopor tanaman hias lumut berbentuk bola yang ada di Indonesia.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar