Selasa, 03 Oktober 2017

Kebijakan Plastik Berbayar di Berhentikan, dan Solusi yang Tepat

Plastik Ramah lingkungan | spunbond bags


spunbond bags


Andai saja plastik ramah lingkungan ini  lebih masif lagi digunakan di ritel modern, juga diterapkan di pasar tradisional, kami yakin tumpukkan sampah kantong plastik yang selama ini bermasalah, dapat dikurangi.

Namun, tentu saja, teknologi bukan solusi satu-satunya, perlu adanya Aspek Hukum, Aspek Budaya, dan Aspek Pembiayaan yang juga harus diperhatikan.

Di Indonesia sendiri Plastik Ramah lingkungan sudah banyak beredar, mulai dari plastik jenis Bio-Oxodegradable seperti merk dagang OXIUM, ataupun kantong plastik jenis Biobase seperti merk dagang Ecoplas.

Sebenarnya jawaban untuk masalah sampah plastik sudah ada yaitu dengan menggunakan kantong Plastik yang mudah terurai di alam, plastik ramah lingkungan seperti yang sudah sering tim Plastiku Hijau kampanyekan.

Perlu diingatkan kebijakan kantong plastik ini bertujuan menjaga lingkungan agar dapat mengurangi sampah plastik.

Penghentian program ini, disebut bersifat sementara hingga diterbitkannya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang berkekuatan hukum tetap.

Semenjak 1 Oktober 2016, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) resmi menghentikan program kantong plastik berbayar tahap kedua yang telah diberlakukan toko ritel modern di seluruh Indonesia semenjak 1 Juli 2016.

Legislator Sebut Plastik Berbayar Tidak Solusi | spunbond bags



Sebagaimana yang dimaklumi, munculnya program kantong plastik brbayar dengan maksud mengurangi pemakaian kantong plastik. Mengingat keberadaan sampah kantong plastik sudah menghawatirkan.  Ditambah limbah atau sampah plastik sulit terurai yang membuat pencemaran lingkungan. 

"Dengan beginikan bisa juga menghidupkan Usaha Kerajinan Masyarakat.  Ini akan mendorong perekonomian masyarakat juga dengan membuka susaha kerajinan keranjang" , tambahnya. 

Dikatakannya juga, ini akan dikembalikan pada cara orang lama-lama dulu berbelanja.  Setiap orang yang mau ke pasar bawa keranjang belanjaan sendiri ke pasar.  Setelah belanja, keranjang disimpan lagi untuk digunakan belanja beikutnya. 

"Ini tidak solusi, orang lebih mau  dipotong dua ratus rupiah belanjaannya ketimbang harus membawa barang beliannya tanpa kantong.  Kalau memang dilarang, sebaiknya ditiadakan saja kantong plastik dan cari solusi pengganti dengan kantong yang ramah lingkungan.   Kalau program ini malah menambah beban biaya masyarakat", sebutnya.

Legislator Riau dari Partai Gerindra, Marwan Johanis menyebutkan, kalau program plastik berbayar  bukanlah solusi dalam mengatasi persoalan sampah plastik yang ada.  Mengingat dengan berbayar, masyarakat masih memilih untuk memakai plastik ketimbang harus menggandeng produk yang dibeli.

Solusi Sampah Plastik Dunia | spunbond bags



Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) juga mengungkapkan sebanyak 10% plastik yang diproduksi setiap tahun di seluruh dunia terbuang ke laut, 70% di antaranya tenggelam dan tidak terurai. Algita Marine Research Foundation kemudian menyatakan jutaan hewan laut tewas per tahun akibat memakan dan ter pe rangkap sampah plastik. Kevin berharap tanah dan laut di Indonesia dapat terbebas dari sampah plastik. Setidaknya tidak menumpuk karena keasrian dan keaslian alam Indonesia akan rusak. 

Dengan sampah, citra Tanah Air sebagai tempat wisata internasional akan merosot. Indonesia akan mengalami kerugian moril dan materiil yang besar. Dari tekad itulah Kevin melangkah. 

Mereka melakukan pengenalan melalui media sosial, website, atau persentase langsung. Pada awal 2016 kapasitas produksi Avani Eco hanyalah 0,2 ton per hari, tapi kini kapasitas produksinya mencapai 4 ton per hari. Sebanyak 80% hasil produksinya diekspor. Berdasarkan riset Greeneration, per kepala orang Indonesia dapat menggunakan rata-rata 700 kantong plastik per tahun. Artinya, pohon yang ditebang dan minyak yang digunakan juga besar. Secara tidak disadari, sampah plastik yang terbuang memerlukan waktu sekitar 100-500 tahun untuk bisa terurai secara sempurna. 

Sebut saja Garuda Indonesia, Dufry, Safe Care, Karcher, dan ratusan perusahaan lainnya. Avani Eco juga mendapatkan sambutan hangat dari negara-negara Barat dan Afrika. Perusahaan itu telah menandatangani nota kesepahaman dengan Amerika Serikat (AS), Rwanda, Ghana, dan Kenya. “Harga kantong ini Rp700. Di Indonesia, jumlah klien kami sekitar 100- 200 klien, campur antara lokal dan multinasional,” kata Kevin. Dia menambahkan, “Saya akui penerimaan kantong ramah lingkungan di kawasan domestik masih kurang. Jujur, ide ini jauh lebih dihargai di luar negeri. Ini adalah karya anak bangsa yang diabaikan.” Avani Eco kini ingin memperluas pemasaran ke hotel dan kafe. 

Meski brilian, produk-produk Avani Eco masih harus bersaing ketat dengan kantong plastik yang saat ini beredar luas di pasaran. Beberapa kendala yang dialami produk Avani itu adalah pertama, harga jualnya lebih mahal Rp200-Rp300 dibandingkan harga kantong plastik. Kedua, perusahaan prolingkungan belum mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah. Maklum, ketergantungan masyarakat terhadap plastik sudahsangattinggi. Mindset berbagaipihak juga dinilai lebih berorientasi profit. Sejauh ini, ada beberapa klien yang sudah memanfaatkan produk Avani Eco. 

Dalam pencarian bahan baku, Kevin juga tidak mengalami hambatan berarti karena Indonesia sangat subur. Jumlah produksi singkong di Indonesia mencapai 23 ton per tahun dengan kebutuhan hanya 18 ton. “Artinya, ada beberapa ton yang bisa kita ambil untuk bahan baku pembuatan kantong ramah lingkungan,” kata Kevin. Meski demikian, Kevin tidak mengambil singkongnya secara utuh, melainkan hanya tepungnya. “Jadi, kalau kata rekan saya, saya sebenarnya hanyalah seorang pemulung sampah,” lanjut Kevin sambil tertawa. 

Kevin tak menampik, kantong ramah lingkungan yang disuntikkan zat metal ber-ion itu dapat degrade 100% karena mengalami oksidasi saat menyentuh tanah. “Plastik itu akan hancur tapi menjadi polusi mikro plastik dan akan termakan oleh hewan, baik darat maupun laut. Ujung-ujungnya, manusia juga yang dirugikan,” imbuhnya. Kevin mengaku profit bukanlah hal utama yang dicarinya dalam pengembangan kantong ramah lingkungan tersebut. Sebab, menurut dia, penyelamatan lingkungan dalam jangka panjang jauh lebih penting. 

“Dokter juga sering berkata mencegah lebih baik daripada mengobati. Ketika sudah sakit, konsekuensinya besar. Hal yang sama juga berlaku bagi kantong. Kita harus lebih peduli terhadap lingkungan dengan meminimalkan penggunaan kantong plastik,” sambungnya. Kantong ramah lingkungan yang digagas Kevin memang bukan langkah baru. 

Di dunia, perusahaan-perusahaan Eropa sudah lebih awal mengubah pati jagung dan serat bunga matahari menjadi kantong sejak tahun 1990-an. Di Indonesia, beberapa orang juga sudah pernah memiliki konsep pembuatan kantong ramah lingkungan yang inovatif. Saat ini, menurut Kevin, ada empat perusahaan pembuat kantong ramah lingkungan, termasuk Avani Eco.

“Dua perusahaan kantong itu mencampur bahan nabati dan plastik, sedangkan satu perusahaan lagi menyuntikkan zat metal ke dalam produknya. Saya sedih karena produk ramah lingkungan di Tanah Air mislead ,” katanya. 

Kevin mulai merintis Avani Eco pada 2013. Saat itu, dia mengimplementasikan hasil penelitiannya dan mencoba menjualnya ke rekannya yang memiliki perusahaan besar. Dari situ, dia mendapatkan banyak pelajaran dan masukan. “Saya benar-benar memproduksi kantong ramah lingkungan ini pada 2014,” tandas Kevin. Sama seperti Kevin, pemerintah Indonesia juga sudah lama berusaha meminimalisasi dampak sampah plastik denganmenerapkanprogram3R: reduce, reuse, dan recycle.

Meski demikian, bagi Kevin, langkah itu masih kurang efektif karena program itu memerlukan modal yang besar, baik modal tekad, kesadaran, biaya, waktu, maupun energi. “Ada satu R lagi yang perlu ditambahkan, replace ,” kata Kevin.

“Kami menerima sertifikat dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bahwa kantong ini tidak beracun. Kantong ini tidak hanya ramah lingkungan di atas tanah, tapi juga di dalam laut,” kata Kevin.

 Dia menekankan, kantong ini juga satu-satunya di dunia yang bersertifikat dan aman jika termakan. Kevin yang mendirikan perusahaan Avani Eco itu mengatakan kantong tersebut juga dapat dimodifikasi sesuai keperluan, dapat ditulisi, digambari, atau diwarnai. 

Selain kantong, Avani juga memproduksi jas hujan, cangkir kopi, sedotan, dan wadah makanan. Semua bahannya 100% nabati tanpa dicampur bahan kimia berbahaya. 

Permasalahan itu, bagi Kevin Kumala, merupakan tantangan besar yang memacu pikirannya membuat produk baru yang lebih solutif. Dengan berbekal tekad yang kuat, Kevin berhasil menciptakan kantong alami pengganti kantong plastik meski dengan modal pinjaman. 

Kantong itu murni 100% terbuat dari tumbuh-tumbuhan seperti pati singkong, minyak sayuran, dan bahanbahan nabati lainnya sehingga dapat terurai dalam tanah paling lama selama 50 hari. “Kantong itu tidak akan menyisakan apa pun karena kembali ke asalnya,” ujar Kevin saat berkunjung ke kantor KORAN SINDO, pekan ini. 














Tidak ada komentar:

Posting Komentar