Rabu, 18 Oktober 2017

Aprindo dan KLHK akan Evaluasi Penerapan Diet Kantong Plastik

Mengurangi munculnya sampah plastik | tas souvenir



“Semakin banyak tote bag yang kita hasilkan, semakin besar kita mengurangi penggunaan kantong plastik di lingkungan kita. Jadi, mari mulai peduli dengan kelestarian alam yang asri. Keberadaan alam di masa datang ditentukan oleh aksi kita melestarikan alam saat ini,” harapnya.

Dia berharap melalui kegiatan ini, Gerakan Earth Hour Aceh mampu menggerakan anak-anak usia dini dan masyarakat untuk dapat turut serta mengurangi penggunaaan kantong plastik guna melakukan aksi pelestarian lingkungan.

“Salah satunya dengan membuat tote bag (tas belanja pakai ulang) dari bahan baju kaos bekas. Kan kebanyakan dari kita baju kaos bekas kalau udah sempit atau tidak dipakai lagi, cenderung dibuang atau dibakar. Nah, tote bag ini merupakan salah satu upaya kita untuk mengurangi kantong plastik,” lanjut Heri Tarmizi.

Tentu saja banyak hal yang bisa kita lakukan untuk menjaga bumi kita dan dimulai dengan langkah sederhana, dan bila kita lakukan dengan nyata dan konsisten akan sangat berpengaruh pada bumi dan lingkungan hidup.

“Untuk memulai langkah kepedulian untuk bumi bisa dimulai dari kreatifitas kita sendiri, sehingga menginspirasi rekan-rekan lain untuk lebih kreatif dalam menggunakan barang-barang yang sudah tidak digunakan menjadi barang yang bernilai guna,” kata dia.

Melihat hal ini pemerintah dan beberapa pihak swasta ataupun komunitas pemerhati lingkungan mulai melakukan beberapa tindakan untuk mengurangi munculnya sampah plastik seperti dengan memberlakukan tarif untuk kantong plastik di pusat perbelanjaan, program bank sampah, aksi diet kantong plastik dan masih banyak lagi.

Seperti kita ketahui, masalah sampah plastik menjadi perhatian kita semua. Jenis sampah ini adalah sampah yang sulit untuk terurai karena terbuat dari bahan kimia. Plastik yang terurai dan larut ke dalam tanah akan mencemari kandungan sumber daya air tanah.

Menurutnya, permasalahan tentang sampah atau lainnya, tentu saja bukan hanya pemerintah yang bertanggung jawab terhadap keberlangsungan lingkungan, melainkan kita semua wajib  ambil bagian dalam usaha menjaga kelestarian bumi.

“Karena ini merupakan tanggung jawab semua orang. Makanya, salah satunya kita mulai dari anak-anak usia dini. Kita harus bisa mengajarkan pentingnya menjaga alam sejak usia dini,” tutur Heri.

Seperti disampaikan oleh Heri Tarmizi, Tim Earth Hour Aceh kepada Acehinsight.com, mengatakan bahwa untuk tema kegiatan memperingati hari bumi 2016, Gerakan Earth Hour Aceh mengambil tema tentang sampah. Dimana menurutnya, saat ini masih banyak sekali anak-anak usia dini yang belum paham dan mengetahui tentang bagaimana cara pengelohan sampah yang baik.

“Pada kegiatan kali ini, kita akan coba arahkan adik-adik siswa Sekolah Dasar untuk peduli tentang lingkungan dan alamnya. misalnya, ayo buang sampah pada tempatnya dan bijaklah pada sampah,” ujarnya.

Salah satunya seperti yang dilakukan oleh Tim Gerakan Earth Hour Aceh, pada Sabtu, 23 April 2016, mereka melaksanakan sosialisasi dan juga pelatihan “Bijak Sampah Sejak Usia Dini” bersama puluhan murid dan guru MIN Mesjid Raya Banda Aceh.

Di usia bumi kita yang semakin tua, permasalahan lingkungan yang muncul di bumi ini sudah sangat kompleks. Mulai dari pencemaran lingkungan, berkurangnya kawasan hijau, sampah yang menumpuk, meningkatnya suhu bumi, dan masih banyak lagi.

Pada April ini, masyarakat di seluruh dunia akan merayakan Hari Bumi. Kegiatan ini diselenggaran guna membangkitkan kesadaran kita akan kondisi dan keberlangsungan bumi yang kita tinggali. Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk bumi kita  dan hal itu dapat kita mulai dari langkah kecil.

GIDKP Dukung Kebijakan Kantong Plastik Berbayar | tas souvenir




 Petisi dengan jumlah dukungan sebesar 61.023 tanda tangan ini telah diserahterimakan kepada KLHK. Sejauh ini, GIDKP juga telah membantu Pemda Bandung untuk mulai melakukan implementasi Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandung Nomor 17 tahun 2012 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik sejak 2014. 

Bandung adalah kota di Indonesia yang pertama kali memiliki aturan pengurangan penggunaan kantong plastik.

“Jumlah limbah plastik di Indonesia terlalu banyak. Per tahunnya, masyarakat Indonesia menggunakan hampir 10 milyar lembar kantong plastik, dan 95 persennya menjadi sampah. Maka itu, gerakan konsumen macam ini punya potensi besar dalam membawa perubahan,” jelas Siti Nurbaya dalam tanggapan online di halaman petisi #pay4plastic. 

Salah satunya adalah sosialisasi kebijakan dan turut mengawasi implementasi kebijakan.” Sebagai bagian dari dukungan tersebut, GIDKP mengajak masyarakat untuk terus melakukan aksi nyata dengan melakukan Diet Kantong Plastik setiap hari dan mendukung penerapan kantong plastik berbayar, untuk lingkungan yang bebas dari sampah kantong plastik.

 Oleh karena itu, sebagai organisasi yang menggawangi kampanye Diet Kantong Plastik, kami siap sedia membantu pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk dapat beralih sepenuhnya dari ketergantungan pada kantong plastik. 

Koordinator Harian GIDKP, Rahyang Nusantara, menyatakan, “Kami mendukung penuh rencana pemerintah menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar. Akhirnya yang kami cita-citakan menjadi kenyataan. Kami menyadari adanya kebijakan ini perlu diikuti dengan peraturan yang mengikat secara nasional.

“Presiden juga telah memberikan atensi khusus terhadap hal ini. Berdasarkan pendalaman masalah di berbagai kota di Indonesia, beliau memerintahkan adanya regulasi yang dapat mendorong Pemerintah Daerah (Pemda) secara konkret untuk menyelesaikan persoalan sampah beserta percepatannya di tahun 2016 dan 2017,” jelas Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Mengikuti surat edaran tersebut, KLHK akan mengeluarkan kebijakan kantong plastik berbayar yang diluncurkan bertepatan pada Hari Peduli Sampah Nasional pada 21 Februari 2016 mendatang di 17 kota besar. 

Petisi #pay4plastic yang digencarkan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) sejak tahun 2013 akhirnya mendapat tanggapan positif dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia dengan dikeluarkannya surat edaran Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya nomor SE-06/PSLB3-PS/2015 tentang Langkah Antisipasi Penerapan Kebijakan Kantong Plastik Berbayar Pada Usaha Ritel Modern.


Limbah Plastik sebagai Campuran Aspal Bukan Solusi Pengurangan Sampah Plastik | tas souvenir




Rudi merasa yakin karena jenis plastik yang digunakan sebagai campuran aspal tersebut adalah plastik jenis PP atau PE. PP atau polypropylene ialah bahan plastik yang digunakan untuk kemasan makanan kering, sedotan, kantong obat, penutup botol, dan sejenisnya. Sementara PE atau polyethylene ialah bahan plastik yang digunakan sebagai kemasan minuman atau cairan. “Jadi ya tidak akan melepaskan emisi yang berbahaya,” katanya.

Sebagai informasi, sebelumnya, Direktur Pusat Teknologi Lingkungan (PTL BPPT) Rudi Nugroho, ketika dihubungi oleh Greeners mengatakan, meski menggunakan bahan baku plastik, jalan yang terbuat dari aspal akan tetap aman bagi masyarakat dan tidak akan memunculkan emisi yang membahayakan dari plastik yang telah diolah tersebut dengan komposisi 90% aspal dan 10% sampah plastik.

Bila program pembuatan jalan dengan plastik ini tetap diupayakan, Aliansi Zero Waste Indonesia meminta pemerintah atau kementerian terkait untuk membuka dokumen publik mengenai kajian lingkungan terkait proyek uji coba ini. Mereka juga meminta agar dilakukan penelitian untuk memastikan tidak adanya potensi pencemaran dan dampak kesehatan, baik kepada pekerja maupun penduduk di sekitar lokasi pembuatan jalan serta melakukan uji karakteristik toksik (TCLP, LD-50, dan uji sub-kronis) sesuai PP 101/2014.

“Selain itu, uji potensi pelepasan plastik dan bahan pencemar lainnya akibat proses pelapukan jalan juga harus dilakukan,” tambahnya.

“Sedangkan penempatan plastik di badan jalan berpotensi besar membuat berbagai potensi pencemar berinteraksi lebih dekat lagi ke permukiman dan badan air,” lanjutnya.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 3/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga bahkan secara rinci telah menjelaskan standar kriteria penempatan lokasi TPA, termasuk jaraknya dari lokasi pemukiman penduduk dan badan air karena tingginya potensi pencemaran dari berbagai material yang masuk ke TPA.

Beberapa penelitianmenyatakan bahwa proses melelehkan plastik dapat melepas emisi VOC (Volatile Organic Compound). Bahkan hanya dengan suhu pelelehan 150 derajat Celcius, sudah dapat timbul pelepasan VOC. Semakin tinggi suhu pemrosesan, maka total emisi VOC yang dilepaskan juga meningkat. Oleh karena itu, kajian lingkungan terhadap kandungan gas yang dilepas selama proses perlu dilakukan bahkan setelah jalan plastik ini dilapisi oleh agregat bahan jalan dan telah dioperasikan.

Selain itu, aspal plastik ini juga memiliki potensi racun karena pastik yang digunakan dalam proses pengolahan aspal hanya berubah secara fisik dan membentuk lapisan tipis pada batuan, plastik tersebut tidak terurai. Pada proses pembuatan jalan, aspal plastik diproses pada suhu maksimum 160 derajat Celcius, yang cukup tinggi untuk melelehkan plastik tapi terlalu rendah untuk memastikan degradasi berbagai jenis senyawa beracun.

“Tanpa kajian yang matang dan holistik, terutama terkait dengan potensi timbulan, sirkulasi dan proses daur-ulang berbagai jenis plastik yang sudah ada, solusi latah yang meniru India ini tidak dapat disebut sebagai solusi berkelanjutan dan tidak mencerminkan visi circular economy,” ujar David seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima oleh Greeners, Jakarta, Selasa (22/08).

Sedangkan, Direktur Perkumpulan Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB) David Sutasurya dan beberapa anggota Lembaga Swadaya Masyarakat lainnya berpendapat bahwa pemanfaatan plastik untuk campuran aspal tergolong pendekatan hilir (end-of-pipe) dan berpotensi mengganggu aliran daur ulang plastik yang sudah ada. Karena itu mereka menganggap program ini tidak layak untuk dimasukkan sebagai bagian dari aksi nasional untuk reduksi sampah.

Rencana penggunaan limbah plastik sebagai bahan material campuran untuk aspal yang telah diuji coba di Bali oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang bekerjasama dengan Kementeriaan Koordinator bidang Kemaritiman dianggap bukan solusi upaya pengurangan sampah plastik di Indonesia.

Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) mengingatkan bahwa amanat pengurangan sampah plastik pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah adalah upaya pengurangan timbulan sampah yang berarti mencegah sampah itu timbul, dengan cara mengurangi konsumsi material dari hulu.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar