Minggu, 03 September 2017

Tumpukan rupiah dari bisnis limbah sampah

Sumarmi sukses menjadi pengusaha kerajinan tangan dari limbah sampah plastik | jual goodie bag

jual goodie bag



Kini, nenek lima orang cucu itu mulai bisa menikmati buah dari kerja keras dan ketekunannya. Saat ini, ia sudah bisa memilliki rumah sendiri untuk tempat berteduh keluarganya. Ke depan, Sumarmi juga bercita-cita memiliki gerai untuk memasarkan produk Mbarek.      

Dari hasil penjualan itu, Sumarmi mengaku bisa meraup omzet Rp 2 juta per hari. Jadi, dalam sebulan, ia bisa mendulang omzet hingga Rp 60 juta per bulan.

Yang tak kalah membuatnya bangga, Sumarmi bisa membuka lapangan pekerjaan bagi warga di sekitar tempat tinggalnya. Saat ini, Sumarmi mempekerjakan 50 orang karyawan yang sebagian besar ibu rumahtangga dan remaja putri.

Saat ini, penjualan produk Mbarek sudah tersebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga Sumatra. “Pelanggan saya ada yang dari pemilik toko tas belanja dan perorangan,” katanya.

Naluri bisnis Sumarmi pun tak meleset. Sejak dijual di pasar, produk kerajinan limbah plastik yang diberi nama Mbarek yang berarti bagus, semakin dikenal oleh masyarakat sekitar.

Kini, bersama suami dan anaknya, Sumarmi bisa memproduksi hingga 1.600 buah produk per pekan. Harganya dibanderol bervariasi. Contohnya tas belanja dijual Rp 12.000-Rp 22.500, enkrak Rp 15.000, keranjang sampah Rp 20.000- Rp 25.000, tudung saji Rp 40.000-Rp 50.000, dan bakul Rp 130.000-Rp 180.000.

Sumarmi berkisah, pada awalnya, ia hanya menjual produknya kepada para tetangga di tempat tinggalnya. Namun, strategi pemasaran itu sempat tak berjalan mulus. "Usaha saya sempat bangkrut karena tidak ada yang beli," kenang Sumarmi.

Toh, pengalaman buruk itu tak membuatnya putus asa. Ia terus melakukan promosi dari mulut ke mulut. Berkat kegigihannya, lambat laun hasil karyanya mulai dikenal luas. Dari situ, ia memutuskan menjual produknya ke pasar tradisional di Pati.    

Bertekad ingin mengubah nasib, Sumarmi mulai rajin mengumpulkan sampah plastik. “Saya itu sebelumnya jadi buruh cuci dan tukang pijat. Tempat tinggal pun tidak punya. Karena itu, saya berpikir bagaimana caranya memiliki rumah dan mendapat uang cukup,” Sumarmi.

Kala itu, di benak wanita yang kini berusia 59 tahun ini hanya ada satu ide usaha: mengubah limbah plastik menjadi berbagai macam kerajinan tangan. Mulai dari keranjang sampah, tas jinjing, tas belanja, tudung saji, ekrak, hingga bronjong.  

Ide usaha memang tak harus mengandalkan modal besar. Terkadang, ide usaha bisa datang dari kejelian dan kreativitas dalam melihat peluang bisnis. Contohnya seperti yang dilakukan Sumarmi. Lewat tangan kreatifnya, wanita asal Kayen, Pati, Jawa Tengah ini, menyulap limbah plastik jadi barang bernilai ekonomis.

Semua berawal dari tumpukan sampah. Ketika itu, pada medio 1988, Sumarmi kerap melihat banyaknya tumpukan sampah plastik yang tidak dimanfaatkan di sekitar tempat tinggalnya.

Bertekad ingin mengubah nasib, Sumarmi sukses menjadi pengusaha kerajinan tangan dari limbah sampah plastik. Antara lain, keranjang sampah, tas jinjing, tas belanja, tudung saji hingga bronjong yang diberi label merek Mbarek. Produknya dibanderol Rp 12.000-Rp 180.000 per buah. Dalam sebulan, Sumarmi bisa meraup omzet hingga Rp 60 juta per bulan.


Masih Ada Konsumen tak Mau Bayar Kantong Plastik | jual goodie bag



Kebijakan penggunaan kantong plastik berbayar upaya mewujudkan misi Indonesia bersih 2020. Kebijakan itu menyusul keluarnya SE Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Nomor S.71/MENLHK-II/2015 pada 21 Februari 2015. Dalam SE tersebut, menteri meminta pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten dan kota, termasuk produsen serta pelaku usaha melakukan langkah simultan dalam pengurangan dan penanganan sampah plastik.

Selain Kota Malang, uji coba kebijakan itu berlaku di 21 kota lain di seluruh Indonesia. Rencananya, pemberlakuan permanen kebijakan itu pada Juni 2016.

Eko mengatakan Indomaret telah lama menerapkan kantong plastik berbayar. Item biaya kantong plastik sudah tertera pada struk belanjaan.

"Tapi biayanya masih  ditulis Rp0. Mungkin dalam waktu dekat diberlakukan juga, sekarang masih gratis," jelas dia.

Di lain tempat, Indomaret di Jalan Kolonel Sugiono belum memberlakukan biaya tambahan untuk kantong plastik. Pengumuman soal uji coba pun belum dipasang di toko tersebut.

"Iya, di sini belum diberlakukan," kata Eko Nursamsi, pimpinan shift.

Latif mengatakan penarikan biaya tambahan untuk kantong plastik mulai berefek. Biasanya, toko ritel di Jalan Kolonel Sugiono itu menggunakan lebih 1.000 kantong plastik. Pada hari pertama penerapan uji coba, yaitu Minggu 21 Februari 2016, penggunaan kantong plastik menurun hingga 3 persen.

"Berbagai ukuran kantong plastik. Biasanya yang pakai kantong plastik belanjaannya cukup banyak. Ada juga yang bawa tas sendiri dari rumah," ungkapnya.

"Ada yang tak mau membayar atau menyerahkan biaya tambahan (untuk kantong plastik). Jadi kami kasih gratis. Biayanya ditanggung perusahaan sementara waktu," kata Latif, Senin (22/2/2016).

Staf toko Alfamart di Jalan Kolonel Sugiono, Abdul Latif, mengatakan menempel kebijakan soal kantong plastik berbayar sebesar Rp200. Ia dan rekan-rekannya pun memberi tahu konsumen soal kuji coba itu.

Uji coba penggunaan plastik berbayar memasuki hari kedua. Namun di Malang, Jawa Timur, masih banyak konsumen ritel dan waralaba yang enggan membayar kantong setelah berbelanja.

Mahasiswa BSI Sukabumi Ciptakan Tote Bag Aksara Sunda | jual goodie bag



Kepala Kampus AMIK BSI Sukabumi Denny Pribadi menyambut baik dan bangga adanya kegiatan tersebut. “Saya sangat mendukung kegiatan positif ini. Saya bangga dengan apa yang dilakukan anak-anak muda kota Sukabumi. Sebab, mereka  memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan, sekaligus berusaha melestarikan budaya Sunda dengan melukis aksara Sunda pada tas yang akan digunakan sebagai pengganti kantong pelastik,” ungkap Denny Pribadi.

Mahasiswi semester lima AMIK BSI Sukabumi yang juga penerima bepres (beasiswa prestasi) BSI ini berharap Indonesia suatu hari nanti menjadi negara pariwisata bebas sampah plastik yang menjunjung tinggi kebudayaan nasional, untuk Sukabumi khususnya budaya Sunda.

Pengenalan aksara Sunda melalui tas ramah lingkungan merupakan salah satu program kerja Post Moka Activity (PMA) yang diusung Kiswah untuk mendukung program Walikota Sukabumi, yaitu “Sukabumi Bebas Sampah Plastik” yang dicanangkan sejak bulan Maret 2016.

Selain itu, menurutnya, pembuatan tote bag hasil karya sendiri dengan dihias aksara sunda sekaligus memperkenalkan budaya nasional kepada masyarakat. “Selain peserta belajar menulis dengan aksara Sunda, hasil tote bag yang telah dihias tersebut diharapkan dapat menggantikan penggunaan plastik dengan tas ramah lingkungan,” ungkap Kiswah yang juga Duta HIV/AIDS Kota Sukabumi 2016.

Kenapa membuat tas belanja sendiri? Kenapa tidak beli tote bag saja? Hal itu dijawab oleh Siti Kiswah, anggota Paguyuban Moka Kota Sukabumi 2016 yang menggagas kegiatan ini. “Biasanya anak muda kalau tote bag beli dibandingkan  buatan sendiri itu beda kasih sayangnya. Mereka lebih greget pakai tote bag produk buatan sendiri. Karena kita yang hias sendiri dan tidak pasaran,” ujar Siti Kiswah.

Workshop yang diikuti oleh 200 mahasiswa AMIK BSI Sukabumi tersebut diawali dengan pemaparan materi mengenai bahaya sampah plastik bagi lingkungan. Dilanjutkan dengan pembuatan workshop tote bag dengan aksara sunda, sebagai salah satu solusi mengurangi penggunaan kantong plastik.

AMIK BSI Sukabumi  menggelar Carnaval BSI 2016, Ahad (25/09/2016). Salah satu rangkaian kegiatan tersebut  adalah workshop pembuatan ‘tote bag’ dengan aksara sunda. Kegiatan ini bekerja sama dengan Mojang Jajaka (Moka) Sukabumi 2016 dan Senat Mahasiswa AMIK BSI Sukabumi.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar