Kamis, 28 September 2017

Kantong Plastik Tak Lagi Berbayar, Ini Alasannya

Pengusaha ritel memutuskan untuk kembali menggratiskan kantong plastik di seluruh ritel modern | souvenir tas

https://www.goodybag.id/



Bukan hanya itu, karena belum adanya payung hukum yang kuat membuat pelaku usaha yang menerapkan kantong plastik berbayar tersandung permasalahan hukum. Oleh karena itu, dia bilang, untuk menerapkan kantong plastik berbayar mesti menggunakan payung hukum yang kuat seperti Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

"Intervensi lainnya pasti sebagian sudah mendengar berita di Kota Palembang kami mendapat panggilan tiba-tiba mendadak dari pihak berwajib," tandas dia.

Ini menimbulkan polemik masing-masing daerah menerjemahkan sendiri-sendiri. Kita kan 514 kotamadya dan kabupaten dan 34 provinsi dengan semangat otonomi daerah. Ada bupati dan wali kota yang menerapkan Rp 1.500, ada Rp 5.000. Ada juga yang tidak mengizinkan kantong plastik di kota madya," ujar dia.

"Dalam surat edaran kedua itu ada beberapa poin tidak sesuai aspirasi, yaitu adanya pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah terhadap nilai, bukan terhadap bagaimana uang itu yang kita sebut barang dagangan," kata dia dalam konferensi pers di Epiwalk Kuningan Jakarta, Senin (3/10/2016).

Dia menerangkan, dengan pelimpahan tersebut, akibatnya sejumlah daerah memutuskan nilai kantong plastik.

Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey menjelaskan, upaya pengurangan plastik melalui kantong plastik berbayar tidak berjalan dengan baik karena adanya pelimpahan wewenang ke pemerintah daerah. Hal tersebut tertuang di surat edaran kedua yang dikeluarkan pemerintah, yakni Surat Edaran Dirjen KLHK Nomor SE/8/PSLB3/PS/PLB.0/5/2016 tentang Pengurangan Sampah Plastik Melalui Penerapan Kantong Belanja Plastik Sekali Pakai Tidak Gratis.

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memutuskan untuk kembali menggratiskan kantong plastik di seluruh ritel modern per 1 Oktober 2016. Pasalnya, rencana pengurangan sampah plastik melalui kantong plastik berbayar terkendala oleh intervensi dari sejumlah pihak.


Pengusaha Tolak Kebijakan Kantong Berbayar Jadi Dana Pungutan | souvenir tas


Tutum juga menyatakan jika pemerintah ingin ada dana yang dikumpulkan sebagai dana pungutan lingkungan, maka hal ini harus dilakukan oleh pemerintah melalui instansi terkait.

"Kalau nunjuk-nunjuk orang buat pungut uang ya enak benar, saya juga mau. Ya pemerintah saja pungut duit itu, kami tidak mau," tandas dia. 

"Kami akan tolak, karena kami tahu nanti ujungnya bisnis ritel bagaimana kalau hal seperti ini diterapkan. Sehingga kami jangan disuruh pungut uang masyarakat yang kami collect. Ini kalau sudah jadi barang dagang, ya sudah ini clear,"‎ kata dia.

Pasalnya, dengan adanya kewajiban pungutan dana lingkungan melalui pemakaian kantong plastik di ritel, dikhawatirkan mengganggu bisnis ritel ke depannya.

Menurut Tutum, pengusaha ritel akan melakukan penolakan jika diminta pemerintah untuk menjadikan kebijakan ini sebagai dana pungutan.

"Kami tetap konsepnya ini dijadikan barang dagangan. Ini menjadi barang dagangan biasa. Selama uji coba kemarin itu jadi penjualan," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Selasa (11/10/2016).

Wakil Ketua Aprindo Tutum Rahanta mengatakan, para pengusaha ritel ingin kantong plastik dijadikan barang dagangan sama seperti produk lainnya. Dengan demikian, penjualan dari kantong plastik tersebut menjadi pendapatan bagi ritel.

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menolak mekanisme pungutan dana dalam kebijakan kantong plastik berbayar yang akan kembali diterapkan. Adanya pungutan ini dinilai akan membebani para pengelola ritel.


Ini Sikap INAplas soal Program Plastik Berbayar | souvenir tas


Anggota INAplas telah menyediakan plastik bio degradable dan oxo degradable sebagai alternatif. INAplas meminta agar pemerintah mendorong pemakaian plastik degradable lebih luas sehingga isu pencemaran lingkungan dapat diatasi.

Dalam kehidupan sehari-hari manusia memerlukan material plastikc untuk menunjang kehidupannya, sehingga tidak wajar manusia bisa hidup tanpa plastik.

"INaplas menolak kampanye anti plastik atau bebas plastik yang muncul memanfaatkan isu limbah plastik, karena hal tersebut tidak logis dan tidak mungkin diwujudkan," katanya.

Untuk itu, INAplas mendorong pemerintah membuat rencana aksi mengubah sampah plastik menjadi energi listrik, bahan pengeras jalan dan bahan bakar minyak (BBM) yang telah terbukti sukses dilakukan oleh Singapura, India, Eropa dan Amerika.

"Namun kebijakan plastik berbayar bukan solusi yang tepat. Akar masalah pencemaran ingkungan adalah manajemen pengelolaan sampah yang tidak baik dan perilaku masyarakat yang abai terhadap lingkungan hidup," kata Fajar Budiono, Sekjen INAplas, Kamis (31/3/2016).

Setelah mencermati program kantong belanja plastik berbayar yang sedang diujicobakan sampai Juni 2016, Asosiasi Industri Olefin Aromatik & Plastik Indonesia (INAplas) mendukung usaha pemerintah mengurangi pencemaran lingkungan akibat sampah.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar