Selasa, 05 September 2017

Produk bioplastik dari Bali dipamerkan di Amerika

Kantung Plastik terbuat dari kulit singkong | jual spunbond

jual spunbond


Kajian Universitas Georgia yang dirilis tahun lalu menemukan bahwa lautan di Indonesia adalah perairan kedua di dunia yang menyimpan sampah plastik terbanyak.

Indonesia tercatat sebagai penghasil sampah plastik terbesar kedua setelah China dengan 1,8 juta ton sampah plastik per tahun.

Publikasi di jurnal Science mengungkap bahwa tahun 2010 saja, dunia menghasilkan 12 juta ton plastik.

Kantong plastik yang bisa didaur ulang seringkali menghasilkan residu beracun yang membuatnya berbahaya untuk kehidupan laut dan tanaman.

Kevin mengungkapkan saat ini banyak produk yang dipasarkan sebagai produk "ramah lingkungan" namun tidak memberikan keuntungan kepada lingkungan.

"Bayangkan jika setiap hari tiap warga Indonesia yang jumlahnya 250 juta menggunakan satu sedotan plastik sepanjang 20 cm dan langsung membuangnya. Sedotan-sedotan ini bila direntangkan bisa mencapai 5.000 kilometer! Setara jarak Jakarta-Sydney," kata Kevin.

Gagasan untuk membuat produk-produk biodegradable berawal ketika Kevin melihat perubahan drastis yang terjadi di pantai-pantai di Bali, yang sekarang penuh dengan sampah. Tidak hanya di permukaan, plastik-plastik yang dibuang juga sampai ke bawah permukaan laut.

Bioplastik buatan Avani bisa larut secara instan dalam air panas. Dalam air dingin, bioplastik secara alami melunak dan berubah jadi karbondioksida, air dan biomassa dalam beberapa bulan.

Produk-produk perusahaan itu lulus tes kadar racun sehingga aman bila termakan hewan laut.

Bioplastik sebenarnya sudah dibuat sejak 1990 di Eropa menggunakan jagung dan serat bunga matahari. Avani membuat inovasi dengan menjadikan singkong sebagai bahan utama.

"Festival ini menjadi ajang strategis tidak hanya bagi pembangunan reputasi industri kreatif Indonesia namun juga kesempatan bagi kita untuk membangun kesadaran tentang isu-isu global terkini seperti polusi plastik yang sudah menjadi epidemi," kata Kevin Kumala, Chief Green Officer Avani, dalam siaran pers.

Produk bioplastik buatan perusahaan teknologi ramah lingkungan Avani di Bali dipamerkan dalam festival industri kreatif South by South West (SXSW) di Austin, Texas, Amerika Serikat, yang berlangsung 10-19 Maret 2017.


Kreatif Banget, Siswa ini Bikin Abon dari Kulit Nenas dan Pisang | jual spunbond



Sementara itu, Plt Dinas Perdagangan Muhammad Fauzie melalui Kabid Perindustrian Ritta Purnamasari mengatakan, lomba ini diikuti 17 SMP dan 13 SMA. "Lomba wirausaha pelajar ini sudah memasuki tahun kedua. Kami berharap tahun depan pesertanya makin ramai," ujarnya.

Mereka juga bersedia berbagi resep pada pengunjung stan. Rusminah menyarankan, bagi yang tertarik mengolah sendiri abonnya, untuk memilih kulit buah yang masih segar. "Demi rasa terbaik, jangan yang sudah busuk atau berjamur," sarannya.

Dan Eka memastikan, kopi petai itu aman dikonsumsi. Lantaran sudah lolos uji laboratorium. "Dijamin tidak bikin sakit perut," tukasnya tertawa.

Ternyata, ini bukanlah ide 'gila' pertama. Sebelumnya, mereka meracik kopi. Bukan dari biji kopi, tapi dari kulit petai. "Iya, pakai petai! Serius, kami tidak bercanda. Dan kopinya bebas kafein," tukas Eka.

"Kenapa pisang? Karena ini sampah rumah tangga paling banyak. Ide awalnya adalah limbah jadi uang," imbuhnya. Penjualan abon itu setidaknya bisa menambah uang jajan sekolah.

Keduanya terpikir mencoba membuat abon dari sampah buah itu pada awal tahun tadi lewat serangkaian eksperimen. Sukses dengan kulit buah nenas, mereka lalu mencoba membikin abon dari kulit pisang.

Dibungkus plastik dengan berat 100 gram, abon dijual Rp3.500 di koperasi sekolah. "Belum berani kami pasarkan keluar, sebab masih ngurus sertifikasi halalnya," kata Rusminah.

Saat penulis mencicipi abonnya, ada rasa kecut dan manis khas nenas. Penampilannya, tak ubahnya seperti abon ikan kebanyakan.

Berkat ide gokilnya, wajar jika stan milik siswa kelas XII SMK SPP Banjarbaru itulah yang paling menyedot perhatian juri.

RUSMINAH dan Eka memamerkan produknya dalam Lomba Wirausaha SMP-SMA yang digelar di halaman kantor Dinas Perdagangan Banjarbaru, Selasa (18/4).

Rusminah keranjingan buah nenas. Namun, setelah kenyang ia selalu merasa terganggu, melihat tumpukan sampah kulit buah tropis itu. Bersama temannya, Eka Fajriati, ia iseng membuat abon dari kulit nenas.

Inovasi plastik dari singkong di Bali yang mendunia | jual spunbond



"Ini juga aman dikonsumsi oleh hewan dan biota laut maka dari itu saya beranikan minum ini. Saya ingin katakan, 'hei manusia aja bisa minum aman."

Untuk mengungkap plastiknya benar-benar aman, Kevin pernah meminumnya sendiri yang larut di dalam air atau hancur 90 hari di dalam tanah dan menjadi kompos bagi tanaman. Sesuatu yang tidak akan terjadi pada plastik degradable.

"Mereka akan jadi pecahan sebesar 2 mm, 5 mm. Masuk ke tenggorokan, yang dimakan ikan, dan juga dimakan livestock kita, seperti sapi dan ayam. Kalau lihat plastik utuh pasti tidak akan tertarik, sedang plastik pecah lebih ribet lagi, karena hewan enggak akan tahu itu plastik, ujungnya seringkali ikan tiba-tiba terdampar di pesisir pantai karena makan kepingan plastik."

Di Indonesia sendiri sudah ada kebijakan untuk menggunakan plastik yang degradable atau hancur dengan sendirinya dalam dua tahun. Namun sayang, hal itu justru menyimpan bahaya yang tidak disadari, di mana sampah yang hancur hingga dua milimeter sekalipun bisa membunuh makhluk hidup, termasuk manusia.

"Tadinya Australia pelan-pelan justru yang sudah malah Afrika, di Afrika banyak regulasi baru yang melarang penggunaan plastik," terangnya.

Kondisi ini terjadi ketika Kevin mendarat di Rwanda, di mana setiap penumpang pesawat yang ingin masuk ke negeri itu wajib memberitahukan keberadaan plastik yang dibawanya. Tak hanya di Rwanda, hal serupa juga terjadi di beberapa negara lain seperti Ghana dan Mandagaskar.

Tak hanya itu, kesadaran penggunaan plastik yang lebih ramah lingkungan juga masih rendah padahal sudah menjadi permasalahan serius di seluruh dunia. Indonesia, imbuhnya, justru kalah dari beberapa negara di Afrika yang malah melarang penggunaan plastik.

"80 Persen customer dari luar negeri, ekspor. Kebanyakan ke Australia," ungkapnya.

Beda dengan banyak bangsa di Eropa, permasalahan plastik menjadi permasalahan sendiri di Indonesia apalagi jika itu merupakan karya anak bangsa. Bioplastik ciptaannya justru mendapatkan apresiasi dari luar negeri, bahkan komoditas buatannya lebih banyak dipesan dijual ke negara asing.

Rupanya, benda yang diciptakan bersama tujuh rekannya ini langsung mendunia. Hasil kreasinya mendapat peliputan dari sejumlah media asing seperti CNN, BBC dan beberapa media besar lainnya.

"Kekayaan singkong di Indonesia dan juga pertumbuhan mereka lebih cepat, akhirnya kita pilih singkong, karena Indonesia jumlah produksi singkong pada data 2015 mencapai 24 juta ton per tahun, jadi kita enggak akan kehabisan. Kita ini sewaktu produksi kantong kita tidak memakai singkong, tapi pakai ampas, diambil dari pati singkongnya. Saya ambil ampas singkong yang tadinya waste dari worth."

Demi menemukan bahan yang pas dan murah, Kevin dan rekannya telah mencoba berbagai bahan mulai dari jagung, kedelai hingga singkong. Setelah dipilah-pilah, pilihan mereka jatuh terhadap singkong karena produksinya jauh lebih banyak dan murah.

Dia yakin bioplastik merupakan pemecahan dari masalah sampah di Jakarta. Di Eropa sendiri masyarakatnya sudah beralih dan sangat peduli terhadap masalah pencemaran lingkungan, bahkan bioplastik sudah berkembang sejak tahun 1990-an.

"Saya bersama rekan-rekan tim R&D saya, delapan orang meriset selama tiga tahun dari 2010 untuk dapat meretur engineer berdasarkan sesuatu. Bioplastik memakai komoditas nabati yang satu sifatnya banyak terdapat di Indonesia dan dua harganya terjangkau. Karena bicara replace plastik, yang harga murah tentunya harus masuk juga sebagai bagian dari segi harga kompetitif," ungkapnya.

Kondisi pantai-pantai di Bali yang penuh dengan sampah membuat Kevin mencoba berinovasi, bersama rekan-rekannya dia mulai mencari bahan yang lebih ramah lingkungan. Teknologi ini sebenarnya sudah muncul lebih dulu di Eropa, hanya saja dia mencari bahan yang berbeda dan lebih murah dan terjangkau oleh masyarakat.

"Bali yang saya tahu adalah suatu pulau yang hangat surgawi, kalau tahun 90-an, Kuta Beach dengan pasir putih, ombak jernih, lautan jernih. Tapi pada 2009 saya pulang, saya lihat pantai Kuta, Legian, semuanya berubah dramatis, sembilan tahun di luar ngeri dan wow sekarang Bali beda banget dengan Bali yang saya kenal dulu," katanya saat berbincang dengan merdeka.com, Senin (13/2).

Keberadaan sampah itu mengganggu aktivitasnya sebagai penghobi surfing dan diving. Tak hanya di permukaan, plastik-plastik yang dibuang juga berada di bawah permukaan laut.

Inspirasinya itu terjadi setelah Kevin pulang ke Indonesia usai menjalani pendidikannya di Amerika Serikat pada 2009 lalu. Dia terkejut melihat perubahan yang terjadi pada pantai-pantai di Bali, yang sebelumnya terkenal dengan keindahannya malah penuh dengan sampah.

Selain menjadi polemik dan permasalahan serius bagi alam liar, sampah plastik ternyata mampu mendorong inovasi dan peluang baru dalam menciptakan benda yang lebih ramah lingkungan. Seperti yang dilakukan Kevin Kumala, pemuda asal Bali dengan eco-plastik buatannya kini banyak dipakai di seluruh dunia.



jual spunbond







Tidak ada komentar:

Posting Komentar